Saksi yang juga merupakan terdakwa dalam kasus dugaan perintangan penyidikan pembunuhan Brigadir Yosua, Chuck Putranto (kiri) dan Irfan Widyanto (kanan) mengikuti sidang lanjutan dengan terdakwa Arif Rachman Arifin di PN Jakarta Selatan, Jakarta, Kamis (12/1/2023). (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)
Perbedaan pendapat atau dissenting opinion terjadi dalam pembacaan vonis terdakwa Irfan Widyanto dalam kasus OoJ atau perintangan penyidikan kasus pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Ketua Majelis Hakim Afrizal Hadi mengatakan, dissenting opinion itu datang dari salah satu anggota majelis hakim.
"Terdapat perbedaan pendapat atau dissenting opinion dari hakim anggota satu Ari Muladi," ujar Afrizal Hadi dalam sidang vonis di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Jumat (24/2/2023) sore.
Afrizal menyebut, Hakim Ari menilai, Irfan Widyanto tidak memenuhi unsur dengan maksud melakukan perintangan penyidikan. Ia pun meyakini Irfan Widyanto bisa dibebaskan.
"Di mana hakim berpendapat terdakwa harus dibebaskan karena tidak terbukti memenuhi unsur-unsur dakwaan atau dilepaskan, karena terbukti tapi bukan tindak pidana," ujar Afrizal.
Selain itu, Hakim Ari juga menilai bahwa Irfan tidak memenuhi unsur sengaja mengganti DVR CCTV untuk membuat terganggunya sistem elektronik.
"Hakim anggota satu berkesimpulan tidak ada niat jahat," ujar Afrizal.
Namun demikian, Ketua Majelis Hakim Afrizal tetap menjatuhkan vonis 10 bulan penjara dan denda Rp10 juta kepada Irfan Widyanto.
“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Irfan Widyanto, oleh karena itu pidana penjara selama sepuluh bulan dan denda sejumlah Rp10 juta dan apabila denda tersebut tidak dibayar oleh terdakwa akan diganti dengan kurungan selama tiga bulan,” ujar Hakim.
Senada, menurut hakim Ari Muladi, Baiquni Wibowo seharusnya dibebaskan dari perkara obstruction of justice. Pendapat itu didasari sejumlah alasan.
Di antaranya, Hakim Ari menilai, Baiquni tak memenuhi unsur dengan sengaja dan turut serta melakukan perintangan penyidikan kasus Brigadir J.
"Di mana hakim anggota 1 berpendapat bahwa terdakwa harus dibebaskan karena tidak terbukti memenuhi unsur-unsur dakwaan," ujar hakim Afrizal.
Kendati demikian, perbedaan pendapat hakim tersebut tidak memengaruhi putusan ketiga hakim untuk menjatuhkan hukuman terhadap Baiquni.
Selama sidang, hakim tidak menemukan hal yang dapat menghapus perbuatan pidana Baiquni, sehingga mantan anak buah Ferdy Sambo itu dinilai harus tetap bertanggung jawab.
"Oleh karena selama pemeriksaan di persidangan majelis tidak menemukan adanya alasan pembenar dan alasan pemaaf, maka terdakwa harus dinyatakan bersalah atas perbuatannya," kata hakim.
Hakim menyatakan, perbuatan Baiquni menyalin dan menghapus dokumen digital video recorder (DVR) CCTV di sekitar TKP penembakan Yosua di lingkungan rumah dinas Ferdy Sambo, Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, merupakan perbuatan ilegal.
Tindakan itu disebut telah mengakibatkan rusaknya sistem elektronik berupa DVR CCTV terkait kasus kematian Brigadir J.
"Bahwa terdakwa Baiquni telah melakukan perbuatan berdasarkan atas perintah yang tidak sah menurut peraturan hukum perundang-undangan, padahal sebagai perwira menengah polisi harusnya sudah mengetahui pengetahuan tersebut," kata hakim.
Atas perbuatannya, Baiquni divonis pidana penjara 1 tahun. Dia juga dijatuhkan pidana denda Rp 10 juta subsider 3 bulan kurungan.
Adapun Baiquni Wibowo merupakan satu dari tujuh terdakwa perintangan penyidikan atau obstruction of justice perkara kematian Brigadir Yosua.