Jakarta, IDN Times - Sejumlah pihak mempertanyakan klaim yang disampaikan Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, soal big data yang dijadikan dalih agar pemilu 2024 ditunda.
Menurut Luhut ada 110 juta warganet di media sosial yang ingin agar pemilu 2024 ditunda satu hingga tiga tahun mendatang. Namun, ia tak pernah menyebut dari mana big data itu diperoleh.
"Kita kan punya big data, dari data tersebut grab 110 juta (warganet yang menggunakan beragam platform) mulai dari Facebook, Twitter, macam-macam. Di Twitter saja, ada 10 juta lah (warganet) yang membicarakan isu ini," ungkap Luhut ketika berbicara pada program siniar Deddy Corbuzier yang tayang di YouTube, Jumat, 11 Maret 2022.
Luhut mengklaim rakyat menengah ke bawah ingin situasi Indonesia tenang. Mereka, kata dia, ingin fokus kepada pemulihan ekonomi, sehingga Pemilu 2024 sebaiknya ditunda.
"Kita kan kemarin seolah sakit gigi ketika mendengar (perpecahan) seperti kampret lah, cebong lah, kadrun lah. Itu kan menimbulkan dampak yang gak baik. Masak terus-terusan mau seperti itu. Ya, kita coba tangkap aspirasi publik dari big data tadi," katanya.
Mantan Kepala Staf Presiden (KSP) itu nampak tidak sungkan lagi mengusung ide agar jabatan Presiden Joko "Jokowi" Widodo diperpanjang. Untuk itu, Pemilu 2024 sebaiknya ditunda.
Luhut mengklaim ada aspirasi dari publik yang mempertanyakan untuk apa menghabiskan dana lebih dari Rp100 triliun agar Pemilu 2024 bisa digelar, di tengah kondisi pandemik COVID-19. "Itu rakyat yang ngomong," tutur dia.
Namun, sejumlah pakar di bidang teknologi informasi (IT) dan politik mengaku tak yakin dengan klaim Luhut itu. Pendiri Drone Emprit, Ismail Fahmi, misalnya, bahkan menduga ada mark up data dari klaim Luhut tersebut. Bagaimana analisis yang ia buat?