Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi vaksin COVID-19 (ANTARA FOTO/M Agung Rajasa)

Jakarta, IDN Times - Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Siti Alifah Dina menyebut, pendataan penerima vaksinasi COVID-19 mandiri harus memperhatikan aspek perlindungan data pribadi. Sebab, sebagian data-data yang dikumpulkan merupakan data sensitif dan akan berdampak negatif kalau tidak terlindungi.

"Adanya kebocoran data pribadi konsumen sebuah marketplace dan dugaan diperjualbelikannya data tersebut di pasar gelap pada tahun lalu, tentu masih segar dalam ingatan," ujar Siti Alifah Dina dalam keterangan tertulis, Senin (15/2/2021).

 

1. Data pribadi harus dilindungi

ilustrasi bekerja (IDN Times/Sukma Shakti)

Dina pun menyebut, pembahasan mengenai Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Data Pribadi kini masih berlangsung di DPR, misalnya saja pendataan yang dilakukan Kamar Dagang Indonesia (Kadin). Sebagai salah satu pihak yang mendukung adanya vaksinasi mandiri, Kadin mendata perusahaan-perusahaan untuk mengetahui kesediaan mereka ikut dalam vaksin mandiri, dan mengalokasikan sejumlah anggaran untuk membiayai vaksinasi karyawan beserta keluarganya.

Survei yang dilakukan secara online tersebut mengharuskan adanya pengisian data, dari mulai Nomor Induk Kependudukan (NIK), tanggal lahir, alamat lengkap dan juga nomor handphone. Informasi serupa dari anggota keluarga karyawan juga harus diisi dan dilengkapi, misalnya nama, tempat tanggal lahir, serta hubungan keluarga.

"Kerawanan dari sederet informasi tadi tentu perlu dilindungi dan dijamin kerahasiaannya. Terutama karena di antara data tersebut terdapat data anak, yang di dalam draft UU Perlindungan Data Pribadi (PDP) versi September 2019 tergolong ke dalam data pribadi sensitif," ujar Dina.

2. Pengisian data harus mendapatkan persetujuan dari si pemilik data

Editorial Team

Tonton lebih seru di