IDN Times/Irfan fathurohman
Dimas mengatakan sampai saat ini perusahaan yang terbukti melakukan pembakaran hutan itu ada dua perusahaan di Kalteng. Meskipun, satu di antaranya belum mendapat putusan di pengadilan.
“Kalau yang sudah putusan itu KLM (PT Kalimantan Lestari Mandiri) yang di Kabupaten Kapuas. Saya lupa kepanjangannya. Kalau yang di Katingan itu PT AUS (PT Arjuna Utama Sawit), sawit, tapi belum putusan. Tapi sedang dilakukan tuntutan oleh KLHK itu sendiri,” kata dia.
Dalam kasus PT KLM, karhutla perusahaan tersebut yang terbakar mencapai 511 hektare. Kebakaran ini mengakibatkan terjadinya kabut asap di wilayah Kota Palangka Raya, Kabupaten Pulang Pisau, dan Kabupaten Kapuas. Kebakaran ini juga memaksa pihak terkait terlibat dan turun tangan melakukan pemadaman.
Perusahaan ini terbukti bersalah karena sengaja membakar lahan untuk sawit. Dilansir media setempat, kalteng.prokal.co, 11 Mei 2019, PT KLM divonis bersalah dan harus membayar ganti rugi Rp89 miliar dan biaya pemulihan lahan Rp210 miliar oleh Pengadilan Negeri Kuala Kapuas.
Perusahaan yang berada di Kecamatan Mantangai, Kabupaten Kapuas itu juga dilarang menanam kembali di lahan bekas terbakar, serta membayar biaya perkara.
Kuasa Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) M Nur selaku penggugat menyatakan putusan itu memperkuat semangat pemerintah untuk terus mengejar korporasi pembakar lahan dan hutan. Sebab, dampak kebakaran sangat merugikan lingkungan dan masyarakat banyak.
Sementara, dalam kasus PT AUS, pada 31 Desember 2018, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mendaftarkan gugatan di Pengadilan Negeri Palangka Raya, karena dinilai melakukan perbuatan melawan hukum atas terbakarnya lahan di dalam wilayah izin perkebunan sawit mereka seluas 970,44 hektare pada 2015 di Kabupaten Katingan, Provinsi Kalimantan Tengah. Namunkasus ini masih berjalan di meja hijau.