Walhi Laporkan 47 Kasus Deforestasi oleh Kartel, Kerugian Rp437 T

Intinya sih...
- WALHI melaporkan 47 kasus deforestasi tambang dengan potensi kerugian negara Rp437 triliun ke Kejaksaan Agung.
- Deforestasi dilakukan oleh kartel yang melibatkan pejabat negara, Walhi meminta Kejagung mengungkap aktor yang terlibat.
- Deforestasi telah berlangsung sejak 2009, seluas 26 juta hektar, dan Walhi juga telah melaporkan kasus ini ke KPK sejak 2015.
Jakarta, IDN Times - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) dari 17 provinsi mendatangi Kejaksaan Agung pada Jumat (7/3/2025) siang.
Mereka melaporkan sejumlah kasus perusakan kawasan hutan, pencemaran lingkungan, alih fungsi lahan ilegal, serta eksploitasi pesisir dan pulau-pulau kecil yang dilakukan oleh korporasi maupun individu dengan dugaan keterlibatan pejabat publik.
“Kami melaporkan 47 kasus kejahatan deforestasi tambang dengan potensi kerugian keuangan negara Rp437 triliun,” kata Direktur Eksekutif WALHI, Zenzi Suhadi di Kejagung.
1. Terdapat kartel yang melibatkan pejabat negara melakukan deforestasi
Zenzi menjelaskan, deforestasi ini tidak bisa dihentikan per kasus. Sebab, kasus ini diduga dilakukan oleh kartel yang melibatkan pejabat negara.
Oleh karena itu, Walhi meminta agar Kejagung bisa mengungkap siapa saja aktor yang bermain dalam deforestasi hutan Indonesia selama ini.
“Kami mengidentifikasi selama ini ada 12 tingkatan pejabat dari desa sampai kementerian yang terlibat dalam proses ini, dan kami juga menemukan kurang lebih 18 bentuk gratifikasi yang berjalan sampai dengan sekarang terhadap kejahatan ini,” kata Zenzi.
2. Walhi sebut ada 26 juta hektar wilayah deforestasi
Walhi mencatat, deforestasi ini sudah berlangsung sejak 2009 hingga saat ini, seluas 26 juta hektar. Namun Walhi melaporkan 7,5 juta hektar wilayah deforestasi yang sudah berjalan.
“Kasus-kasus dan kartel ini sebenarnya sudah kami laporkan ke KPK dari 2015 yang lalu, dan kami melihat ini juga yang menjadi faktor KPK dilemahkan dulu, dan kami berharap ini Kejagung tetap kuat, dan kita sama-sama mendukungnya, baik itu dari publik maupun organisasi masyarakat sipil,” ujar Zenzi.
3. Kejagung menerima laporan Walhi
Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar mengatakan, pihaknya telah menerima laporan Walhi. Selanjutnya, laporan itu bakal didalami lebih lanjut.
“Akan dilakukan penelaahan, karena yang menjadi kewenangan kami adalah terkait dengan tindak pidana korupsi terkait dengan lingkungan. Nah, itu yang harus digarisbawahi,” ujar Harli setelah menerima laporan Walhi.
“Karena ada penyidik lain yang terkait dengan kejahatan lingkungan juga. Tetapi, jika itu nanti terkait dengan masalah tindak pidana korupsi yang berkaitan dengan lingkungan, maka mungkin itu bisa ditindaklanjuti,” lanjutnya.