Jakarta, IDN Times - Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Nusa Tenggara Timur (NTT) mengatakan, banjir bandang dan longsor yang menimpa NTT sejak Minggu, 4 April 2021, disebabkan oleh tiga faktor.
Pertama, curah hujan. Kedua, Pemprov NTT tidak memiliki mitigasi bencana yang serius, dan ketiga, karena faktor lingkungan.
"Padahal, peringatan (ada siklon tropis Seroja) dari BMKG (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika) itu kan sudah lama. Sudah diketahui bahwa NTT akan terdampak curah hujan yang tinggi karena ada efek La Nina," ujar Direktur Eksekutif WALHI NTT, Umbu Wullang T. Paranggi ketika dihubungi IDN Times melalui telepon, Senin 5 April 2021 lalu.
Seharusnya dengan ada peringatan itu, kata Umbu, menjadi warning bagi pemerintah mengenai nasib masyarakat di pesisir, hulu, pinggir sungai dan lereng-lereng gunung.
"Apakah perlu diedukasi atau harus ambil tindakan ekstrem misalnya evakuasi," lanjut Umbu.
Terkait penyebab karena faktor lingkungan, Umbu menyebutkan, lingkungan di NTT sudah rusak dan tak sanggup untuk menampung tingginya curah hujan yang terjadi selama nyaris tiga hari berturut-turut.
"Kemarin itu kami sempat hujan selama 50 jam terus menerus dan tidak berhenti," kata dia.
Kerusakan lingkungan itu sudah terlihat sejak lama. Umbu menyebut banyak terjadi alih fungsi lahan hutan di Sumba Timur yang dibabat habis lalu digunakan untuk perkebunan tebu. "Di sana ada dua hutan yang dibabat habis," tutur dia.
Sementara, di Timor terdapat illegal logging. Sedangkan, di Kabupaten Adonara, banyak hutan yang berada di hulu sungai justru sudah gundul. Ada pula penambangan pasir yang dilakukan secara ilegal.
"Tetapi, menurut kami yang menyebabkan bencana kali ini sangat parah karena dua faktor terakhir yakni tidak ada mitigasi bencana dan kerusakan lingkungan," katanya.
Di sisi lain, Umbu sudah memprediksi pemerintah tidak akan mau menerapkan status darurat bencana untuk NTT. Apa kata WALHI NTT soal langkah pemerintah itu?