Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Wamendagri
Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri), Bima Arya Sugiarto (dok. Kemendagri)

Intinya sih...

  • Pemerintah daerah minim sosialisasi dan tidak cermat

  • Mendagri tak bisa langsung batalkan kebijakan

  • Tito wanti-wanti agar kebijakan dikaji dan perhatikan dinamika yang terjadi

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri), Bima Arya Sugiarto membantah naiknya Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) di berbagai daerah, disebabkan kebijakan efisiensi anggaran yang diinisiasi pemerintahan Presiden RI, Prabowo Subianto.

Bima menjelaskan, berdasarkan data, terdapat 104 daerah yang mengalami kenaikan PBB, dengan 20 di antaranya mencatatkan kenaikan di atas 100 persen. Dari jumlah tersebut, tercatat hanya tiga daerah yang menaikan PBB pada 2025, sisanya sudah berlangsung sejak periode sebelumnya.

"Artinya data ini menunjukkan bahwa kenaikan PBB bukanlah dampak dari kebijakan efisiensi pemerintah pusat yang diluncurkan awal 2025, melainkan bagian dari proses panjang di tingkat daerah," kata Bima di Kantor Kemendagri, Jakarta Pusat, Selasa (19/8/2025).

1. Pemerintah daerah minim sosialisasi dan tidak cermat

Wamendagri, Bima Arya Sugiarto (dok. Kemendagri)

Bima lantas menanggapi munculnya protes keras masyarakat di daerah terhadap kenaikan PBB, hingga memicu demo besar. Menurutnya hal itu terjadi lantaran pemerintah daerah (pemda) setempat minimnya sosialisasi tidak cermat dalam mengukur kemampuan masyarakat.

"Kami melihat ada kekurangakuratan dalam membaca kemampuan masyarakat. Sehingga muncul dinamika di beberapa daerah," tutur dia.

2. Mendagri tak bisa langsung batalkan kebijakan

Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Muhammad Tito Karnavian saat ditemui di Gedung DPR, Rabu (2/7/2025) (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tito Karnavian buka suara soal polemik Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) mengalami kenaikan di sejumlah daerah.

Ia mengaku tidak bisa secara langsung membatalkan kebijakan tersebut. Karena hal tersebut menjadi kebijakan kepala daerah setempat, sebagaimana mengacu pada Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD) dan Peraturan Pemerintah Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

"Saya sendiri tidak bisa langsung membatalkan, karena itu kewenangan itu berasal dari Undang-Undang HKPD, Undang-Undang Nomor 1 tahun 2022 tentang hubungan keuangan pusat dan daerah, dan adanya PP Nomor 35 tahun 2023 tentang pajak dan retribusi daerah, dimana kepala daerah itu diberikan kewenangan," kata dia saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat.

Meski tak bisa membatalkan secara langsung, Tito bisa melakukan intervensi terhadap kebijakan tersebut sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pemerintahan Daerah.

"Tapi saya mengintervensi dengan menggunakan Undang-Undang Pemerintahan Daerah Nomor 23 Tahun 2014," tutur mantan Kapolri tersebut.

3. Tito wanti-wanti agar kebijakan dikaji dan perhatikan dinamika yang terjadi

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian (dok. Kemendagri)

Tito sebagai Pembina dan Pengawas Pemerintahan Daerah mengimbau agar pemerintah daerah mengkaji lebih lanjut, terhadap kebijakan yang dibuat. Terutama terkait masalah PBB naik yang menuai aksi protes masyarakat luas ini.

Menurutnya, jika kebijakan kepala daerah menimbulkan gejolak, maka lebih baik dibatalkan atau ditunda.

"Saya menyampaikan agar dikaji, dan kemudian jika kondisi sosial ekonomi masyarakat tidak kondusif, atau tidak elok untuk dilakukan suatu kebijakan, maka tunda atau batalkan," kata dia.

Sebagaimana diketahui, sejumlah pemerintah daerah menaikkan PBB-P2 sehingga mendapat protes keras dari masyarakat. Daerah-daerah itu di antaranya, Pati, Cirebon, Jombang, Semarang, dan Bone.

Demo besar tercatat terjadi di dua daerah. Pertama, di Pati yang berujung pada upaya pemakzulan Bupati Pati, Sadewo. Kemudian, demo di Bone yang berujung ricuh. Masyarakat di Pati dan Bone kompak menggeruduk Kantor Bupati masing-masing. Mereka protes keras terhadap kebijakan menaikan PBB tanpa melibatkan masukan dari masyarakat.

Editorial Team