Wamendikti: Kompetisi-Kolaborasi Tulang Punggung Budaya Ilmiah Unggul

Intinya sih...
- Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Wamendiktisaintek) Stella Christie mengungkapkan strategi membangun budaya ilmiah.
- Kompetisi dan kolaborasi adalah tulang punggung dalam menciptakan budaya ilmiah unggul, yang bisa dilakukan melalui sistem insentif finansial dan nonfinansial.
- Pentingnya dukungan dari lembaga lain, kementerian terkait, serta universitas untuk menciptakan ekosistem riset yang unggul sebagai aset negara.
Jakarta, IDN Times - Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Wamendiktisaintek) Stella Christie mengungkapkan strategi untuk membangun budaya ilmiah. Menurutnya, budaya ilmiah yang unggul tidak dapat terbentuk dengan sendirinya, melainkan diciptakan melalui upaya bersama dengan melibatkan partisipasi dari berbagai pemangku kepentingan.
“Kompetisi dan kolaborasi adalah tulang punggung. Tanpa keduanya, kita tidak bisa mewujudkan budaya ilmiah unggul,” kata dia usai menghadiri Pameran Hasil Riset, Inovasi, dan Pengabdian kepada Masyarakat (PRIMA) Institut Teknologi Bandung (ITB), dikutip Rabu (18/12/2024).
1. Peneliti tak bisa melakukan penelitian yang kompetitif tanpa insentif
Dia mengungkapkan, kompetisi dan kolaborasi bisa dilakukan dengan menyediakan sistem insentif, baik dalam bentuk finansial maupun nonfinansial. Insentif finansial, yakni berupa bantuan dana langsung terhadap peneliti utama atau principal investigator.
“Tanpa insentif, peneliti tidak bisa melakukan penelitian yang kompetitif dan unggul. Sebagai contoh konkret, di Tiongkok pemberian insentif mencapai 15-20 persen dari total pendanaan,” katanya.
2. Pentingnya insentif nonfinansial
Dia mengungkapkan, pentingnya insentif nonfinansial, seperti penyederhanaan proses administrasi. Menurutnya, proses administrasi seharusnya bertujuan untuk memfasilitasi penelitian, bukan membatasi peneliti.
“Peneliti adalah pihak yang paling memahami topik yang sedang diteliti. Oleh karena itu, mereka tidak perlu dibebani dengan proses administrasi yang rumit. Jika diperumit bagaimana kita sebagai peneliti bisa fokus pada penelitian?" ujarnya.
3. Tanpa budaya ilmiah yang unggul, tak bisa capai ekonomi unggul
Menurutnya, insentif nonfinansial bisa mencakup bantuan pengemasan riset oleh universitas. Selain itu, dia juga menyebutkan pentingnya memiliki sistem peninjauan yang kredibel dan transparan. Sistem itu bisa diterapkan melalui metode double-blind review di mana reviewer tidak mengetahui identitas penulis proposal, begitu pula sebaliknya.
Kementerian butuh dukungan dari lembaga lain, kementerian terkait, serta universitas untuk menciptakan ekosistem riset yang unggul. Dia mengungkapkan, hasil penelitian yang unggul adalah aset negara.
“Kolaborasi antarinstansi pemerintah diperlukan untuk membuat sistem terkait insentif finansial maupun sistem review melalui peraturan dan undang-undang. Di sisi lain, universitas dapat berkontribusi dengan menyederhanakan proses administrasi dan membantu pengemasan hasil riset,” katanya.
"Tanpa budaya ilmiah yang unggul, kita tidak bisa pula mencapai ekonomi yang unggul,” katanya.