Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD. (www.instagram.com/@mohmahfudmd)
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD. (www.instagram.com/@mohmahfudmd)

Jakarta, IDN Times - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, angkat bicara soal penetapan status tersangka terhadap Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham), Edward Omar Sharif.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjerat guru besar ilmu hukum pidana itu dengan dua pasal, yakni dugaan penerimaan suap dan gratifikasi. 

Menurut Mahfud, penetapan status tersangka Wamenkumham menandakan penegakan hukum yang terjadi di KPK tidak pandang bulu meski ada kritik yang dialamatkan kepada KPK. 

"Ketika bicara hukum, maka harus tidak pandang bulu dan itu dibuktikan. Meskipun masih banyak kritik terhadap KPK, tapi dia sudah membuktikan lah tidak pilih menteri, wakil menteri, kepala daerah atau semuanya. Memang harus begitu," ujar Mahfud di Jakarta Selatan pada Jumat (10/11/2023). 

Ia menambahkan, dalam penegakan hukum, maka prosesnya harus tegas dan transparan. Artinya, ketika penyidik KPK sudah menetapkan status hukum seseorang menjadi tersangka, maka pasti sudah mengantongi dua alat bukti bahwa peristiwa korupsi itu benar-benar terjadi. Begitu pula dugaan bahwa Edward juga melakukan pencucian uang. 

"Nanti tinggal alat bukti itu diuji di pengadilan," tutur dia. 

1. Mahfud pesan agar tidak ada lagi pejabat yang korupsi

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD. (IDN Times/Santi Dewi)

Mahfud berpesan kepada semua pejabat agar tidak ikut-ikutan menjadi koruptor.

"Tiru lah nih para pahlawan. Pahlawan itu mengorbankan nyawa dan raga untuk kemakmuran rakyat. Jangan jadi koruptor," ujar Mahfud. 

Menurut Mahfud, pahlawan mengorbankan nyawa dan raga untuk kemakmuran rakyat. Sementara, koruptor mengorbankan harga diri dan rakyat jelata untuk kemiskinan rakyat. 

"Oleh sebab itu koruptor itu jahat sekali, makanya harus disikat," kata dia. 

2. Wamenkum HAM mengaku belum terima surat pemberitahuan sudah dijadikan tersangka

Wamenkumham Edward Omar Syarief Hiariej (ANTARA FOTO/Aprilia Akbar)

Sementara itu, Koordinator Humas Setjen Kemenkumham, Tubagus Erif Faturahman, menyebut Edward mengaku tidak tahu sudah ditetapkan sebagai tersangka KPK.

"Beliau tidak tahu-menahu tentang penetapan tersangka yang diberitakan media karena belum pernah diperiksa dalam penyidikan dan juga belum menerima sprindik maupun SPDP (Surat Perintah Dimulainya Penyidikan)," kata Erif di dalam keterangan tertulis. 

Ia mengatakan, Kemenkumham berpegang teguh kepada asas praduga tak bersalah hingga ada putusan pengadilan yang bersifat tetap. 

Saat ditanyakan apakah Kemenkumham akan memberikan bantuan hukum bagi Edward, ia menyebut bakal dikoordinasikan lebih dulu.

"Terkait bantuan hukum dari Kemenkumham akan kami koordinasikan terlebih dahulu," ujarnya. 

3. Wamenkumham diduga terima gratifikasi Rp7 miliar

Eks Wamenkum HAM, Edward Omar Sharif Hiariej (IDN Times/Aryodamar)

Adapun Eddy, sapaan akrab Edward, terjerat dugaan kasus korupsi bermula dari laporan yang dilayangkan Indonesia Police Watch (IPW) pada Maret 2023. IPW melaporkan Eddy atas dugaan penerimaan gratifikasi.

Ketua IPW, Sugeng Teguh Santoso, mengatakan, pihaknya melaporkan dugaan gratifikasi yang diterima penyelenggara negara. Saat itu Sugeng mengatakan gratifikasi yang diterima berjumlah Rp 7 miliar.

"Jadi, saya datang hari ini untuk membuat pengaduan ke dumas terkait dugaan tindak pidana korupsi berpotensi dugaannya bisa saja pemerasan dalam jabatan, bisa juga gratifikasi atau yang lain. Yang terlapor itu saya menyebutkan penyelenggara negara dengan status Wamen. Wamen saya sebut dengan inisial EOSH," ujar Teguh di Gedung Merah Putih pada Maret 2023 lalu. 

Enam hari usai adanya pengaduan dari IPW, Eddy Hiariej kemudian mendatangi KPK untuk memberikan klarifikasi pada 20 Maret 2023 lalu. Saat itu, Eddy menilai aduan dari IPW tendensius mengarah ke fitnah.

"Jadi, pada hari ini Senin, 20 Maret 2023, atas inisiatif kami sendiri, kami melakukan klarifikasi kepada KPK atas aduan IPW yang tendensius dan mengarah kepada fitnah," ujar Eddy.

Ia memberikan klarifikasi bersama asisten pribadi, Yogi Arie Rukmana dan seorang pengacara bernama Yoshi Andika Mulyadi. Kedua orang itu disebut IPW dalam aduannya sebagai asisten pribadi Wamenkumham yang menjadi perantara menerima gratifikasi senilai Rp 7 miliar.

Eddy pun menjelaskan posisi kedua asprinya tersebut. Yogi Rukmana, menurut Eddy, merupakan asisten pribadi yang melekat kepadanya sejak sebelum menjabat Wamenkumham.

"Dia tidak berstatus sebagai Aparatur Sipil Negara dan tidak berstatus sebagai PPNPN maupun PPPK. Jadi, pegawai kontrak yang dibayar negara itu ada dua, PPNPN dan PPPK. Yogi ini bukan ASN, bukan PPPK, bukan juga PPNPN," katanya. 

Usai melakukan penyelidikan selama 6 bulan, KPK kemudian menaikan status dugaan gratifikasi Eddy ke tingkat penyidikan dengan menggunakan pasal suap dan gratifikasi untuk mengusutnya.

"(Dugaannya) double. Ada pasal suap, ada pasal gratifikasinya," kata Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur di Gedung Merah Putih KPK pada 6 November 2023 lalu. 

Editorial Team