Yang saya ingin sampaikan berkaitan dengan proteksi dan perlakuan yang setara dari perusahaan, alhamdulillah, kita sudah meratifikasi Konvensi ILO Nomor 100 Tahun 1951. Sudah lama banget ini, konvensi tahun '51, tentang pengupahan yang sama bagi pekerja laki-laki dan wanita, masih pakai bahasa wanita untuk pekerjaan yang sama nilainya.
Kita juga sudah meratifikasi Konvensi ILO 111 Tahun '58 tentang diskriminasi dalam pekerjaan dan jabatan, serta konvensi penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan. Saya kira teman-teman mengenalnya dengan CEDAW.
Dengan meratifikasi konvensi tersebut, saya kira kita semua tahu kita berkomitmen untuk mencapai kesetaraan kesempatan, dan perlakuan sehubungan dengan pekerjaan dan jabatan. Kementerian Ketenagakerjaan juga berkomitmen untuk terus melakukan gerakan nasional nondiskriminasi di tempat kerja. Antara lain dengan pembuatan penyusunan pedoman pencegahan pelecehan seksual, penyusunan panduan kesetaraan, dan nondiskriminasi di tempat kerja.
Kami juga mendorong komitmen dari perusahaan-perusahaan, ini yang sedang kami dilakukan, mencantumkan kesepakatan nondiskriminasi bagi pekerja, diatur dalam peraturan perusahaan perjanjian kerja bersama yang ini melibatkan pekerja dan pengusaha
Kemudian terkait dengan proteksi kesetaraan upah, alhamdulillah pemerintah telah mengeluarkan regulasi berupa PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang pengupahan. Ini PP perintah dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, di mana PP ini mengamanatkan pengusaha wajib menyusun dan menerapkan SUSU, struktur dan skala upah di perusahaan, sebagai salah satu instrumen dalam mewujudkan pengupahan berbasis produktivitas.
Yang diharapkan dengan diterapkannya SUSU ini akan memberikan manfaat, satu, memberikan rasa adil bagi semua pekerja. Kemudian pengusaha tidak lagi mengeneralisir upah minimum sebagai standar upah yang berlaku di perusahaan. Kemudian pekerja atau buruh mempunyai kesempatan untuk berkembang dalam golongan upahnya, sehingga ini akan mendorong peningkatan produktivitas di perusahaan.
Kemudian mengeliminasi adanya diskriminasi dan upah pekerja atau buruh memiliki daya saing. Ini yang sedang kita dorong. Mungkin teman-teman tahu bagaimana hiruk-pikuknya ketika penetapan upah minimum di berbagai provinsi. Upah minimum itu benar-benar adalah baseline, upah terendah. Di luar itu, teman-teman yang bekerja di atas satu tahun, maka perusahaan harus merumuskan struktur skala upah untuk menghindari, termasuk menghindari bias pengupahan. Jadi tidak disamaratakan berbasis produktivitas.
Ini yang mungkin banyak teman-teman masyarakat yang secara umum, bahkan teman-teman pekerja yang belum memahami sepenuhnya tentang struktur skala upah. Memang penerapan struktur skala upah ini, perusahaan-perusahaan masih sangat kecil yang menerapkannya.
Kenapa? Karena mereka merasa, bukan merasa, karena mereka menetapkan upah minimum itu sebagai upah efektif. Padahal harusnya upah minimun itu hanya berlaku bagi pekerja dengan masa kerja 1 tahun. Saya kira itu. Nah, bagaimana caranya agar semua itu bisa dilaksanakan dengan baik oleh perusahaan, maka kami punya pengawas ketenagakerjaan.
Pengawas ketenagakerjaan itu ada di semua provinsi. Pengawas inilah yang akan melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan norma-norma yang ada di Undang-Undang Cipta Kerja, maupun Undang-Undang 13 Tahun 2003, termasuk norma pengupahan.
Soal pendampingan ekonomi, saya ingin sampaikan bahwa program yang ada di Kementerian Ketenagakerjaan terbuka bagi laki-laki dan perempuan. Kalau dilihat dari kepesertaan teman-teman yang ingin meningkatkan kompetensinya melalui balai-balai latihan kerja, alhamdulillah 49 persen itu pesertanya adalah perempuan. Kemudian baru 51 persennya laki-laki. Nah, dari sini kita lihat bahwa sebenarnya keinginan teman-teman perempuan untuk meningkatkan kompetensinya melalui upskilling, reskilling atau skilling sekalipun itu sangat tinggi. Saya kira ini problem yang sangat serius teman-teman.
Kalau kita lihat data, 55 persen pekerja kita itu pendidikannya SMP ke bawah, itu secara umum. Dari 55 persen itu ternyata terbesarnya adalah ... izin saya mau ambil data sebentar.
Saya mau lihat jumlah angkatan kerja Indonesia itu 140 juta. Sekitar 40 persennya adalah perempuan, jadi kalau kita lihat TPAK-nya perempuan itu masih jauh di bawah laki-laki. TPAK itu Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja, laki-laki itu 82,7 persen, perempuan 53,34 persen.
Nah yang ingin saya sampaikan, pekerja perempuan, maaf.. pendidikan, pendidikan perempuan yang bekerja itu jauh lebih.. maaf... prosentase angkatan kerja perempuan yang berpendidikan rendah, SMP ke bawah, lebih besar dibandingkan dengan laki-laki.
Sedangkan angkatan kerja dengan tingkat pendidikan menengah ke bawah, prosentasenya justru lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki. Saya kira dengan melihat ini, maka pilihannya kalau kita ingin memberdayakan perempuan kita mulai dari upaya kita untuk meningkatkan kompetensinya.
Oke pendidikan mereka SMP ke bawah, kalau mereka usianya tidak memungkinkan lagi untuk meningkatkan pendidikannya, maka mungkin pilihannya, bukan mungkin sih. Pilihannya adalah meningkatkan kompetensi melalui pelatihan-pelatihan vokasi.
Saya selalu minta kepada teman-teman yang ada di pengelola BLK-BLK untuk menjaga keseimbangan kepesertaan itu. Dan, mendorong lebih banyak, saya lebih banyak datang ke forum-forum perempuan untuk menggunakan kesempatan meningkatkan kompetensi ini melalui balai-balai latihan kerja.
Alhamdulillah sekarang sudah sangat cukup seimbang, 49 persen itu perempuan, 51 persen laki-laki. Saya sangat senang sekali angkanya terus naik, terakhir angka 2021 itu 49 persen. Naik dibandingkan dengan tahun sebelumnya, ini menunjukkan kesadaran perempuan untuk meningkatkan dirinya melalui peningkatan kompetensi, apakah itu skilling, upskilling, atau reskilling, sudah sangat tinggi.
Ini harus kita jaga. Karena kita lihat perusahaan-perusahaan padat karya itu adalah perempuan. Kenapa mereka perempuan, karena mereka kemampuan atau kompetensinya terbatas. Kita lihat perusahaan perusahaan garmen, perusahaan rokok, perusahaan-perusahaan itu rata-rata perempuan dengan skill yang terbatas karena ketersediaan lapangan pekerjaannya seperti itu. Kita gak bisa terus begitu, saya kira saya terus melakukan ini dan saya mohon dibantu teman-teman jurnalis perempuan ini untuk menyosialisasikan betapa pentingnya teman-teman perempuan untuk meningkatkan kompetensinya ini.
Bagaimana sanksi bagi perusahaan yang tidak patuhi UU?
Hak perempuan apakah itu hak untuk mendapatkan cuti haid, cuti hamil dan cuti melahirkan, itu ketentuannya sudah ada di Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, waktu itu agak ramai ketika bicara tentang Undang-Undang Cipta Kerja, banyak yang menyalahartikan menghapus ketentuan ini.
Ketentuan ini tidak dihapus, artinya kalau tidak dihapus masih eksis menjadi ketentuan yaitu Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003. Tentu ada sanksi di dalamnya bagi perusahaan yang di tidak bisa memenuhi ketentuan tersebut. Dan, siapa yang akan melakukan penegakan hukumnya? Yang akan melakukan penegakan hukumnya adalah teman-teman pengawas.
Memang harus jujur saya akui rasio kecukupan pengawas dengan jumlah perusahaan itu masih sangat tidak imbang. Saya lupa rasionya tapi memang tidak imbang. Maka sebenarnya masyarakat bisa menyampaikan, masyarakat yang proaktif, teman-teman kita perlu perkuat serikat pekerja, serikat buruh, dan mendorong teman-teman perempuan untuk aktif di serikat pekerja, serikat buruh.
Melalui wadah ini saya kira teman-teman bisa proaktif untuk menyampaikan apapun yang terjadi di perusahaannya ketika dia, ketika perusahaan tersebut tidak menjalankan norma atau ketentuan yang ada di undang-undang.