Itu tentu yang bisa jawab orang lain ya, di Bali itu ada filosofi eda ngaden awak bisa, depang anake ngadanin. Artinya, jangan menganggap diri bisa, biarkan orang lain yang menilai. Jadi penilaian ada di orang lain, tetapi prinsipnya begini, ketika kita bicara nusantara maka kita sudah tidak lagi membedakan latar belakangnya, karena kita bicara masa depan.
Karena kenusantaraan kita ini sudah terbangun lewat bhineka tunggal ika, jadi di kami sudah tidak lagi bicara suku, agama. Yang kita bicarakan bagaimana nusantara ini bangkit siapapun dia, masa kita kalah dengan Inggris, di sana walikotanya bisa muslim, perdana menterinya bisa hindu, mayoritas mereka nasrani. Kerennya lagi mereka tidak masalahkan agama, politik identitas itu politik purba, tapi kalau sudah berpikir modern maka humanisme yang dipakai.
Saya pun tidak pernah berpikir menjadi ketua umum partai, tapi ini kehendak sejarah saja. Mungkin kalau Mas Anas keluar dia bisa jadi ketum langsung. Tapi karena Mas Anas ada di dalam (penjara), saya dulu lah membangun ini semua, berjalan dan sebagainya, akhirnya menjadi ketum.
Memang ini pertama kali orang Bali, orang Hindu, suku kecil juga. Tetapi kan esensinya bukan di sana, tapi apakah kita bisa merangkul, meramu, dan manage teman-teman sehingga bergerak.
Saya juga siapa sih, konglomerat gak, punya media massa gak, pengusaha juga gak. Tapi yang kita punya persahabatan, integritas, track record, itu yang mungkin dilihat teman-teman. Kayaknya kalau saya memimpin, mereka (kader di daerah) merasa nyaman untuk mengembangkan diri, tidak khawatir seperti tempat lain.
Kalau tempat lain bisa saja mungkin saya dianggap karyawan, karena semua pegawai. Atau mungkin di partai lain, ada yang nilai abdi dalam, karena parpol punya keluarga. Seperti kerajaan saja, ini diwariskan ke anak jadi kerajaan. Parpol tapi napasnya kerjaan, berarti yang lainnya jadi abdi dalam.
Tapi kalau di PKN semua jadi teman, saya ini hanya kapten kesebelasan, artinya gak ada perbedaan dengan pemain lain, bedanya hanya saja bisa protes ke wasit. Itu saja bedanya, tapi intinya kita sama, yang cetak gol siapa terserah, saya pun gak mimpi jadi presiden, kita hanya ingin kelola partai, menjadi arsitek, membangun gedung politik dengan bagus, kemudian siapapun di dalamnya terserah, silakan.