Ribuan buruh bersama Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa se-Sukabumi melakukan aksi unjuk rasa di lapangan Merdeka, Sukabumi, Jawa Barat, Rabu (7/10/2020). ANTARA FOTO/Iman Firmansyah
Ketika pembahasan RUU Ciptaker sudah mulai berjalan para buruh khawatir, dan seluruh buruh merasa tidak dilibatkan dalam pembuatan drafnya dan kita hanya disuruh sosialisasi, nama KSPI dan KSPSI dicatut. Seolah itu sudah menghimpun padahal drafnya sendiri mereka yang buat, kita gak pernah diajak ngomong, hanya terjadi sosialisasi bahkan dicatut.
Kemudian Andi Gani mengajak kami khususnya saya dan Elis Presiden KSBSI, ayo kita ketemu presiden. Kita menjelaskan agar kalau bisa klaster ketenagarkerjaan dikeluarkan.
Bertemulah kami, lalu presiden mengapresiasi semua pandangan serikat buruh. Buktinya kemudian Presiden Jokowi sendiri yang langsung mengumumkan bahwa pembahasan RUU Ciptaker ditunda, dan secara bersamaan bab klaster ketenagakerjaan itu di bab terakhir yang dibahas di DPR.
Rentetan kedua, sambil ditunda itu dibangunlah dialog. Presiden berkata, tujuan dibuat RUU adalah satu, memperluas lapangan pekerjaan agar investasi lebih banyak dan orang banyak dapat pekerjaan. Bagus, baik dan kami dukung.
Tapi yang kedua, Presiden mengatakan, tidak boleh mengurangi atau merugikan kesejahteraan para buruh. Itu jelas dua itu. Dari dasar itu ya kami kelompok buruh ya nomor dua. Mungkin semangat di pemerintah yang ingin investasi masuk.
Maka, Kemenko Perekonomian dan Kemenaker mempunyai inisiatif mengundang tripartit nasional. Kelompok pengusaha Apindo, Kadin, ada beberapa kelompok serikat buruh dan tentu pemerintah dikomandoi oleh Menaker. dari situ, diadakanlah pertemuan. Pertemuan pertama dipimpin oleh Menaker, tidak ada keputusan apapun, hanya membentuk tim teknisnya. Kemudian tim teknis itu dipimpin oleh Eselon II. Kami ikut dua kali.
Kenapa kami walk out dalam dua pertemuan? Pertama, saya langsung yang bertanya kepada Ibu Andriani sebagai pimpinan rapat dan beliau adalah eselon II. Jadi sangat merendahkan buruh dan pengusaha, gak tau eselon I nya kemana, menterinya kemana. Saya tanya begini 'apakah pimpinan rapat akan memutuskan hasil pertemuan-pertemian ini menjadi rekomendasi?' Beliau menjawab 'oh gak, ini hanya perbincangan-perbincangan, mengumpulkan masukan'. Saya kaget.
Dalam konvensi ILO dalam 144, di situ dikatakan soal tipartit nasional. Output-nya dari diskusi-diskusi tripartit nasional adalah rekomendasi. Siapa usernya? Kalau permen usernya menaker. Kalau UU usernya presiden. Rekomendasi itu lalu mencatat mana yang setuju dan mana yang tidak setuju. Dari setuju tidak setuju bentuknya rekomendasi tertulis kepada presiden. Nanti presiden menentukan nanti yang setuju oke, nanti yang tidak setuju perlu perbaikan, bisa saja.
Tapi jangan eselon II, tidak mempunyai decision maker kemudian menyatakan tidak ada rekomendasi, ini hanya perbincangan. Ini negeri apa? Langsung kita berpikir ini menjadi alas bamper legitimasi, bukan presiden ya, menteri. Udah eselon II, tidak punya decision maker, terus kita dipimpin oleh dia, untuk mengambil keputusan yang tidak ada keputusan.
Saya bertanya kedua, 'kalau begitu, kalau ada diskusi antara kelompok Apindo, Kadin dan serikat buruh, kalau ada pasal atau ayat atau isu yang tidak mencapai titik temu, apa yang harus dilakukan oleh pimpinan rapat?' 'Oh saya harus lapor dulu'. 'Oh kalo begitu Anda main-main' saya bilang. Ini negara yang mempunyai tatanan, kami para buruh jumlahnya jutaan orang, seperti kelompok pengusaha yang jumlahnya ratusan ribu orang, kok main-main. Saya kasih tahu, saya ini dan serikat bukan bawahan menteri.
Karena hal itulah kami keluar. Pertama, tidak ada sesuatu keputusan tanpa keputusan. Kedua, dia akan bertanya lagi pada dirjennya eselon I, lalu dirjen akan bertanya lagi pada menteri. Memangnya kita bawahan menteri?
Kita mencari kompromi. Kita datangi DPR. Oleh karena itu, di DPR kami minta usulan-usulan buruh dimasukan. Oleh wakil ketua DPR direspons, Pak Sufmi Dasco, pimpinan Panja Baleg juga merespons.
Oke kalau gitu bikin tim perumus. Karena mereka mau mengadopsi, mendengarkan pikiran-pikiram buruh, kami kasih sandingan tebal sekali konsep Q&A, tanya jawab, esekutif summary biar anggota Panja Baleg bisa dapat pemahaman yang cepat. Di situ diskusi, kami merasa dikhianati, DIM (Daftar Inventaris Masalah)-nya udah oke, kenapa kok tidak berubah seperti sekarang ini. Di mana taring DPR yang dikatakan wakil rakyat? Apakah mereka wakil pemerintah? Apakah mereka wakil partai? Itulah kami merasa dikhianatinya di situ.