Saya memandang bahwa citra hukum pembatasan kekuasaan lembaga negara itu kan dibatasi dua hal, yaitu bidangnya (eksekutif, yufikatif, legislatif). Selain dibatasi bidang, lembaga negara ini juga dibatasi dengan masa atau perioderisasi.
Itu kemudian para pembentuk UUD 1945 pada saat membentuk pembatasan masa itu sudah berdebat panjang, sehingga kemudian pilihan dari 4 tahun 5 tahun sudah diputuskan jadi 5 tahunan. Itu terimplementasi, baik presiden, DPR, dan lain-lain, termasuk 12 lemabaga nonkementerian lainnya.
Maka kami memandang bahwa kode atau desain pembatasan pemerintahan itu 5 tahun. Model ini dari konstitusi untuk memberikan kepastian atau grand design pembatasan masa. Itu kalau gak sama akan mencederai citra hukum pembentuk UUD 1945 yang telah medesain masa pemerintahan 5 tahun.
Kalau 4 tahun pandangan saya itu inkonstitusonal berdasarkan Pasal 7 UUD, yaitu membatasi masa pemerintahan 5 tahunan. Inkonstitusional berdasarkan ketidaksetaraan 12 lembaga negara nonkementerian lainnya.
KPK itu sama-sama lembaga negara independen. Tentu fungsinya berbeda, tapi dari sisi masa pemerintahan kan harus memiliki keseragaman, model yang sama yaitu 5 tahunan.
Karena KPK tidak equal, maka saya menyetarakan. Kalaupun yang lain bilang memperpanjang silakan, faktanya memang jadi 5 tahun. Tapi bahasa saya menyetarakan agar setara dengan 12 lemabaga nonkementerian lainnya.
Dasarnya lagi, faktanya RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) itu juga lima tahunan, sehingga untuk memotret apa rencananya, progres pelaksanaan, dan evaluasi kinerjanya semua lima tahunan. Kalau kemudian pemberantasan korupsinya empat tahunan tentu ada selisihnya, tidak linier.
Atas dasar itu kemudian saya pribadi mengajukan permohonan JR (judicial review) terhadap Pasal 29 E dan 34 UU KPK.