Ilustrasi (ANTARA/Anis Efizudin)
Perempuan kelahiran Jakarta, 28 Juli 1956 itu juga menjelaskan terkait pergantian komisi penilaian AMDAL menjadi uji kelayakan. Ia mengatakan, dalam kurun waktu satu tahun, kira-kira dokumen AMDAL yang harus dianalisis itu mencapai 1.500. Dengan kondisi tersebut, pihaknya melakukan adjustment atau pengaturan terhadap komisi penilai AMDAL.
"Saya ingin menegaskan bahwa dasar pemikiran pergantian sistem komisi penilai AMDAL dengan sistem uji kelayakan adalah berdasarkan evaluasi dan praktik empiris yang ada selama ini yang menyulitkan, sehingga dipahami oleh semua pihak di berbagai tempat kok lama sekali ya AMDAL-nya," jelasnya.
Dengan kondisi seperti itu, lanjutnya, dilakukan penyesuaian prosedur dan sistemnya dengan penerapan uji kelayakan oleh lembaga uji kelayakan.
"Sehingga terjadi standarisasi sistem, konsepnya dilakukan uji kelayakan yang dibentuk oleh pemerintah pusat dalam melakukan tugasnya, dia membantu gubernur, bupati, wali kota menerbitkan persetujuan lingkungan," kata Siti.
Dengan sistem tersebut, Siti menilai uji kelayakan dilaksanakan sesuai dengan Norma Standar, Prosedur dan Kriteria (NSPK). Untuk jumlah tim uji kelayakan akan disesuaikan dengan beban penilaian AMDAL di masing-masing daerah.
"Sehingga keterlambatan akibat penumpukan beban dapat dihindari, nah tim uji kelayakan ini adalah para ahli yang akan banyak terlibat dan kepadanya sebagai anggota dipersyaratkan harus memiliki sertifikat agar dokumen AMDAL dapat dipertanggungjawabkan secara saintifik ilmiah," lanjutnya.