Jakarta, IDN Times - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2011-2015, Bambang Widjojanto mengaku khawatir melihat situasi perkembangan demokrasi di era 23 tahun reformasi. Sebab, aksi teror ke platform media sosial justru semakin marak terjadi.
Terbaru, akun media sosial milik sejumlah pegiat antikorupsi diretas. Hal itu terjadi di tengah upaya mereka melakukan advokasi bagi 75 pegawai KPK yang dinyatakan tak lulus Tes Wawasan Kebangsaan (TWK). Kemudian, oleh pimpinan komisi antirasuah, ke-75 orang itu dinonaktifkan.
"Padahal, pihak yang pro untuk Save KPK dan aktivis antikorupsi membeberkan fakta yang sesungguhnya, mengemukakan pernyataan yang didasarkan atas kejujuran dan mengajukan argumen atau pendapat yang berpijak pada nilai profesionalisme yang diyakininya," ujar Bambang melalui keterangan tertulis yang diterima pada Sabtu, 22 Mei 2021 lalu.
Selain menimpa sejumlah pegiat antikorupsi, aksi peretasan dan pengambil alihan akun media sosial juga dialami oleh mantan juru bicara KPK, Febri Diansyah, serta penyidik senior, Novel Baswedan. Menurut pria yang akrab disapa BW itu, aksi peretasan juga harus dianggap sebagai bentuk tindak kejahatan yang menyerang nilai-nilai demokrasi atau hak untuk menyampaikan ekspresi.
"Hal itu dilindungi oleh konstitusi. Bila tidak dilindungi malah bisa menumbuh-kembangkan sikap intoleransi," tutur dia lagi.
Lalu, apa dorongan dari BW agar insiden peretasan serupa tidak terulang?