[EKSKLUSIF] Novel Baswedan: Presiden Seolah 'Cuci Tangan' Kasus Saya

Jakarta, IDN Times - Pantang menyerah. Itu sikap yang terus ditunjukkan oleh penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan, selama dua tahun terakhir. Ia tak menyerah untuk mencari keadilan agar kasus teror penyiraman air keras yang menimpa dirinya pada 11 April 2017, bisa diungkap. Sebab, siapa pelaku lapangan dan aktor intelektualnya belum berhasil ditangkap oleh polisi.
Berbagai upaya telah ditempuh oleh Novel agar kasusnya tidak dilupakan oleh penegak hukum di tengah riuh penyelenggaraan Pemilu 2019. Bahkan kini, ia membidik peluang untuk membawa kasusnya ke tingkat internasional.
Pada Jumat (26/4), Novel dan Ketua Wadah Pegawai KPK, Yudi Purnomo, berdiskusi dengan Manajer Advokasi Amnesty International Asia Pasifik, Fransisco Bencosme di gedung lembaga antirasuah. Hasilnya, Bencosme akan menggunakan jejaring dan aksesnya di Negeri Paman Sam lalu mengangkat isunya agar diperhatikan oleh anggota Kongres Amerika Serikat.
"Kami punya akses terhadap pengambil kebijakan di Amerika Serikat melalui jalur kongres, jalur parlemen untuk mengarusutamakan apa yang terjadi di dalam situasi yang dihadapi oleh KPK dan Novel Baswedan di Indonesia," kata Bencosme ketika memberikan keterangan kepada media pada Jumat siang kemarin.
Sebelumnya, melalui jejaring Amnesty International pula, isu Novel akan diperjuangkan agar bisa masuk ke dalam diskusi di Dewan HAM PBB di Jenewa, Swiss. Kepada media, Novel mengakui, ini merupakan salah satu strategi agar bisa menekan Pemerintah Indonesia untuk menuntaskan kasus terornya. Dengan membuka tabir kasus Novel, maka terbuka pula peluang untuk mengungkap teror terhadap pegawai KPK lainnya.
Teror air keras yang nyaris merenggut kedua indera penglihatannya memang bukan teror pertama yang dialami. Ia juga pernah ditabrak dari belakang oleh mobil pada 2016, ketika tengah mengendarai motor. Pria yang pernah menjadi Kasatreskrim Bengkulu itu terjatuh dari motor, tapi selamat.
Teror memang kerap dialami oleh Novel saat ia sedang menangani kasus korupsi besar. Penyiraman air keras terjadi saat salah satu kasus yang ditangani adalah mega korupsi KTP Elektronik.
Akibat terkena air keras, dua indera penglihatannya nyaris menjadi buta. Kini, penglihatan Novel pun agak kabur dan hanya bisa separuh. Ia juga harus bolak-balik Jakarta-Singapura untuk menjalani pengobatan rawat jalan.
"Kondisi saya akan seperti ini seumur hidup dan tak bisa disembuhkan," kata Novel yang menerima IDN Times untuk wawancara di kediamannya di Kelapa Gading, Jakarta Utara, Selasa (9/4) lalu.
Kendati begitu, ia menolak untuk dikasihani. IDN Times tak sedikit pun melihat ada raut sedih dari wajahnya. Selama proses wawancara berlangsung, Novel justru banyak memamerkan senyum.
Usai dirawat di rumah sakit di Singapura selama hampir setahun, Novel memutuskan pulang. Padahal, kondisinya belum pulih benar. Ia tiba di Tanah Air pada Februari 2018. Sementara, pada Juli 2018, Novel memilih kembali bekerja di KPK.
Sudah bolak-balik diteror, membuat Novel tak lagi merasa gentar menghadapi ancaman para koruptor. Toh, dalam pandangannya, semua manusia akan bertemu dengan Illahi.
"Jadi, untuk apa takut? Anda rugi kalau merasa takut dan rasa itu tidak berguna," katanya.
Kepada IDN Times, Novel bercerita banyak. Mulai dari kisah hidupnya yang sudah bekerja mandiri di kelas 3 SMP, alasannya masuk Akademi Kepolisian, hingga tanggapannya saat diisukan menjadi kader partai politik tertentu. Penasaran hasil obrolan IDN Times dengan Novel? Berikut ceritanya:
1. Apa momen masa kecil yang paling membekas ketika dibesarkan di Semarang?
Saya itu anak kedua dari empat bersaudara, dan saya memang dibesarkan di lingkungan yang tingkat ekonominya tidak terlalu baik di msyarakat.
Karena itulah saya melihat bahwa apakah saya bisa ya? Contohnya saya melihat tetangga saya yang agak sedikit tampak berhasil jadi seorang manajer. Waktu itu saya melihat kira-kira bisa gak ya jadi seperti dia? Tapi, pelan-pelan saya banyak menghadapi dinamika hidup kemudian lama kelamaan bisa semakin meningkat, artinya standar yang saya tentukan untuk tercapai cita-cita semakin meningkat.
Saya pernah karena suatu keadaan, di kelas 3 SMP saya sudah bekerja, tentunya pekerjaan kasar. Di situ membuat saya terdidik, kenapa? Karena dulu barang kali agak minder, pemalu.
Saya merasa begitu karena tinggal di daerah permukiman yang kurang baik, dan kemudian harus bekerja dalam kondisi itu dan harus tampil dalam keadaan lain, tentu saya menjadi orang yang pemalu.
Tapi, kemudian ketika saya bisa bekerja di kelas 3 SMP, saya beraktivitas, bisa bersosialisasi dengan orang-orang di luar dan lebih luas, itu membuat semakin lama semakin baik.
Satu hal yang menurut saya penting, ketika saya mulai bisa bekerja di kelas 3 SMP, kemudian SMA kelas 1, 2, 3, saya bekerja sudah meningkat-meningkat menjadi wiraswasta, memulai usaha sendiri, itu (mendorong untuk) mengasah dan mendidik diri sendiri untuk bisa berjuang, disiplin, jujur, dan lain-lain.
Karena itu diperlukan untuk bisa survived kalau berwirausaha, kepercayaan orang menjadi penting. Oleh karena itu, saya mendidik diri saya. Orangtua tentunya memiliki peranan paling besar, tapi pengalaman hidup menjadi pembelajaran. Karena apa yang saya peroleh bisa saya terapkan dalam tantangan hidup yang saya alami.