Bentrokan antara masyarakat dan PT TPL pecah di Desa Natumingka, Kecamatan Borbor, Kabupaten Toba, Sumatra Utara, Selasa (18/5/2021). (Dok AMAN Tano Batak)
Diberitakan sebelumnya, bentrokan antara petugas keamanan dan karyawan PT Toba Pulp Lestari (TPL) dengan masyarakat Desa Natumingka bermula dari akan dilakukannya penanaman rotasi eucalyptus yang keenam di lahan konsesi namun mendapat penolakan dari warga.
Alisman yang merupakan mantan Kapolres Toba membeberkan, pihak keamanan yang berada di areal konsesi awalnya sedang melakukan pengawasan kepada para buruh yang melakukan penanaman pohon Eucalyptus. Sekaligus pengamanan pimpinan yang turun ke lokasi yang sedang dikunjungi dinas KPH dan lainnya.
Di lapangan ternyata sudah ada ratusan orang dari sekelompok masyarakat yang mengaku menguasai lahan hutan milik negara dengan alasan tanah adat. Padahal, areal tersebut merupakan konsesi HTI yang diberikan pemerintah kepada perusahaan.
Saat berlangsung dialog antara pihak perusahaan, dinas terkait dan masyarakat, bongkahan batu beterbangan menghujani pekerja yang sedang melakukan penanaman. Spontan terjadi kekerasan yang dilakukan sekelompok orang menyerang pihak keamanan dan buruh perusahaan dengan menggunakan kayu.
"Puluhan security kami tak mampu menghalau amukan massa. Walaupun di lapangan ada pihak kepolisian tapi juga tidak bisa mengatasinya. Karena jumlah kelompok massa itu sangat banyak. Syukurnya masih kami bisa selamat," sebut purnawirawan polisi ini.
Alisman mengaku, kejadian ini membuat sebagian besar pekerja mengalami trauma. Dia mengaku heran, konflik panas ini terjadi beberapa tahun belakangan ini antara perusahaan dan sekelompok masyarakat yang mengklaim punya tanah adat.
"Dulu waktu saya menjabat kapolres kejadian seperti ini tidak pernah terjadi. Bahkan, perusahaan sudah melakukan penanaman pohon bahan baku pulp untuk kelima kalinya. Nah, ketika penanaman rotasi yang keenam kok diributkan," ucapnya.
Ia berharap, pemerintah dan kepolisian mengambil langkah dan kebijakan dari persoalan ini, agar para pekerja tidak menjadi korban.
"Kami hanya menjalankan tugas untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Kami di perusahaan mencari rezeki. Janganlah kami menjadi korban dari konflik ini," ungkapnya.