Jakarta, IDN Times - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM), Yasonna Laoly menegaskan Perppu nomor 1 tahun 2020 mengenai kebijakan keuangan negara dan stabilitas sistem keuangan untuk penanganan pandemik COVID-19 tidak memberi peluang bagi pejabat untuk berbuat korupsi. Sebab, bila terbukti berbuat rasuah, para pejabat tetap bisa diproses hukum.
Tudingan ini muncul, karena di dalam pasal 27 ayat 2 tertulis beberapa pejabat di bidang keuangan di sejumlah lembaga tak bisa dituntut atas kebijakannya di masa mendatang. Beberapa institusi yang dimaksud antara lain Komite Stabilitas Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, Kementerian Keuangan dan Lembaga Penjamin Simpanan.
"Anggota KSSK, Sekretaris KSSK, anggota sekretariat KSSK, dan pejabat atau pegawai Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, serta Lembaga Penjamin Simpanan, dan pejabat lainnya, yang berkaitan dengan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini, tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana jika dalam melaksanakan tugas didasarkan pada iktikad baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan," demikian bunyi di dalam pasal tersebut.
Hal ini seolah mengingatkan kejadian serupa ketika kebijakan bailout untuk Bank Century dipermasalahkan secara hukum oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Peristiwa itu turut menyeret beberapa nama besar antara lain Boediono dalam kapasitasnya sebagai Gubernur Bank Indonesia dan Sri Mulyani yang juga duduk sebagai Menteri Keuangan.
Tetapi, menurut Yasonna, pasal 27 ayat 2 itu dibuat hanya untuk memberi jaminan kepada pelaksana Perppu dalam mengambil keputusan.
"Jadi, tidak ada istilah kebal hukum bagi pihak-pihak yang menjadi pelaksana Perppu ini. Pasal 27 pada Perppu tersebut tidak berarti menghapus delik korupsi," kata Yasonna melalui keterangan tertulis dan dikutip Antara pada (12/5).
Apakah ini artinya, bila ditemukan pelanggaran dalam pengambilan kebijakan bisa tetap dibui oleh penegak hukum?