Jakarta, IDN Times - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menilai pemerintah lambat dalam merespons kasus gagal ginjal akut pada anak. Berdasarkan penelusuran YLBHI terhadap media, kasus gagal ginjal akut sudah muncul sejak Juli 2022.
Tetapi, pemerintah baru merespons pada akhir Oktober 2022. Alhasil, situasi saat ini membahayakan keberlangsungan hidup anak. YLBHI menyebut sikap pemerintah yang lambat turut mengingatkan pada respons serupa ketika menghadapi pandemik COVID-19.
Per 24 Oktober 2022, jumlah anak yang meninggal akibat penyakit misterius ini mencapai 143 orang. Sementara, total anak yang menderita penyakit tersebut mencapai 255 orang.
"YLBHI mengingatkan pemerintah untuk mengedepankan prinsip kehati-hatian agar penanganannya tidak melanggar Hak Asasi Manusia (HAM), khususnya terhadap anak. Apalagi anak dikategorikan sebagai kelompok rentan," kata YLBHI dalam keterangan tertulis yang dikutip, Kamis (27/10/2022).
Di sisi lain, respons Kementerian Kesehatan melalui surat edaran kepada seluruh faskes untuk tidak meresepkan obat dalam bentuk cair tanpa menyiapkan obat alternatif, justru berpotensi melanggar hak-hak kesehatan bagi anak. Anak-anak kehilangan akses untuk memperoleh obat-obatan.
"Pemerintah seharusnya mengambil langkah perlindungan yang komprehensif bagi anak, meliputi pencegahan yang efektif dengan tidak sebatas larangan namun juga menyiapkan obat alternatif, melakukan rehabilitasi terhadap korban anak yang terindikasi mengalami dampak dan memposisikan kasus ini sebagai prioritas," kata YLBHI.
YLBHI menyarankan sebaiknya dalam menangani kasus ini, pemerintah tak hanya membebankan tanggung jawab di orang tua. Melainkan memaksimalkan peran serta masyarakat.
YLBHI juga menyentil fungsi kinerja Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang dinilai kecolongan. Apa catatan YLBHI bagi BPOM?