Ilustrasi Irak (unsplash.com/Levi Clancy)
Melansir Reuters, pemilihan berhasil digelar setahun setelah partai Muslim Syiah, yang dipimpin oleh ulama Muqtada al-Sadr, menjadi pemenang terbesar di parlemen. Saat itu, pihaknya gagal menggalang dukungan untuk membentuk pemerintahan.
Pada Agustus, Sadr menarik 73 anggota parlemennya dan mengumumkan diri untuk pensiun dari politik Irak.
Keputusan Sadr telah memicu kekerasan terburuk di Baghdad selama bertahun-tahun. Seperti aksi penyerbuan gedung parlemen oleh para pendukungnya sebagai dukungan melawan kelompok-kelompok saingan Syiah di parlemen.
Sadr memiliki riwayat aksi radikal, yakni melawan pasukan Amerika Serikat, mundur dari kabinet dan memprotes pemerintah Irak. Rekam jejaknya membuat banyak pihak takut akan diprotes oleh para loyalisnya.
“Sekarang kelompok-kelompok yang didukung Iran mendominasi parlemen, mereka memiliki peradilan yang bersahabat dan telah mendominasi eksekutif (otoritas). meminggirkan atau mengusir pro-Sadris dari aparat negara,” kata Hamdi Malik, spesialis milisi Syiah Irak di Institut Washington.
Untuk menghindari konflik sektarian, masing-masing golongan di Irak mempunyai jatah kekuasaan yang telah disepakati. Presidennya harus seorang Kurdi, perdana menterinya seorang Syiah, dan ketua parlemennya seorang Sunni.