Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi Pajak (IDN Times/Arief Rahmat)
Ilustrasi Pajak (IDN Times/Arief Rahmat)

Paris, IDN Times - Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), yang berbasis di Paris, pada hari Kamis (1/6/2021) mengumumkan bahwa 130 negara mendukung rencana untuk menerapkan pajak perusahaan global yang lebih adil. Pajak minimum dalam aturan baru dalam rencana ini akan mengenakan setidaknya 15 persen tarif pajak kepada perusahaan multinasional.

1. Tambahan pajak global

Ilustrasi penerimaan pajak. (Pexels.com/Karolina Grabowska)

Dilansir Reuters, dalam pembahasan yang berlangsung dua hari di Paris, OECD, menyampaikan bahwa pajak penghasilan perusahaan minimum global minimal 15 persen dapat menghasilkan sekitar 150 miliar dolar AS (Rp2,1 kuadriliun) pendapatan pajak global tambahan setiap tahunnya. Rencana ini didukung oleh 130 negara, yang mewakili lebih dari 90 persen dari PDB global.

Dalam aturan yang direncanakan perusahaan multinasional terbesar yang dikenai pajak akan mengalihkan hak pajak atas lebih dari 100 miliar dolar AS (Rp1,4 kuadriliun) keuntungan ke negara-negara di mana keuntungan diperoleh. Tarif pajak minimal 15 persen akan berlaku untuk perusahaan yang memiliki omset di atas 889 juta dolar AS (Rp12,9 triliun).

Untuk perusahaan yang dipertimbangkan dalam ruang lingkup akan menjadi perusahaan multinasional harus memiliki omset global di atas 20 miliar euro (Rp344,7 triliun) dan margin laba sebelum pajak di atas 10 persen, dengan penurunan ambang batas omset 10 miliar euro (Rp172,4 triliun) setelah tujuh tahun peninjauan.

Industri perkapalan, ekstraktif, dan jasa keuangan yang diatur akan mendapat penecualian dari aturan di mana perusahaan multinasional dikenai pajak.

Pajak minimum yang diterapkan tidak mengharuskan negara untuk menetapkan tarif mereka sesuai yang disetujui, tetapi setiap negara memiliki hak masing-masing dalam implementasi hingga minimum atas pendapatan perusahaan yang berasal dari negara yang memiliki tarif lebih rendah.

2. Negara yang menentang

Ilustrasi pajak. (Pexels.com/Karolina Grabowska)

Dilansir Reuters, ada sembilan negara yang menolak rencana ini mereka adalah Irlandia, Estonia, Hungaria, Peru, Barbados, Saint Vincent, Grenadines, Sri Lanka, Nigeria, dan Kenya. Pembahasan teknis mengenai kesepakatan akan dibahas pada Oktober mendatang,  sehingga aturan ini diharapkan dapat mulai berlaku pada 2023.

Dilansir CNBC, aturan baru ini akan secara efektif mengakhiri praktik perusahaan global yang mencari negara yang menerapkan pajak rendah seperti di Irlandia dan Kepulauan Virgin Inggris untuk memindahkan kantor pusat mereka, meskipun pelanggan, operasi, dan eksekutif mereka berada di tempat lain.

Kesepakatan yang disetujui dalam rencana pajak minimum ini dilaporkan juga mencakup kerangka kerja untuk menghilangkan pajak layanan digital, yang menargetkan perusahaan teknologi AS.

Menteri keuangan G-20  dijadwalkan bertemu di Venesia, Italia pada bulan ini, dan rencana pajak internasional diharapkan menjadi agenda utama. Sebelumnya dalam pertemuan negara G7 di Inggris bulan lalu, tujuh ekonomi besar telah sepakat untuk tarif pajak minimum 15 persen.

3. Implementasi di AS akan menghadapi tantangan Republik

Gedung Capitol kantor Kongres AS. (Unsplash.com/Alejandro Barba)

Dilansir CNBC, rencana pajak minimum perusahaan Global merupakan salah satu program penting pemerintahan Presiden AS, Joe Biden, dia menyebut kebijakan itu sebagai "kebijakan luar negeri untuk kelas menengah." Rencana ini sebagian besar dirancang oleh penasihat keamanan nasional Jake Sullivan, yang menekankan bagaimana kebijakan luar negeri dan kebijakan dalam negeri dapat diintegrasikan ke dalam jalan tengah baru antara pendekatan konservatif dan liberal tradisional untuk urusan global.

Kebijakan yang direncanakan pemerintah Biden ini bertujuan untuk memastikan bahwa globalisasi, perdagangan, hak asasi manusia, dan kekuatan militer semuanya dimanfaatkan untuk kepentingan pekerja AS, tidak hanya untuk miliarder dan perusahaan multinasional, tetapi juga bukan untuk alasan ideologis abstrak.

Dilansir The Independent, namun dalam menerapkan kebijakan ini pemerintah Biden akan mengalami hambatan karena beberapa anggota Kongres tidak setuju dengan rencana tersebut. Anggota Republik di Komite Cara dan Sarana DPR AS, Kevin Brady menentang adanya rencana tersebut. Brady mengatakan bahwa kerangka kerja baru akan memberikan kesempatan bagi perusahaan yang berkantor pusat di luar AS.

"Ini adalah penyerahan ekonomi berbahaya yang mengirim pekerjaan AS ke luar negeri, melemahkan ekonomi kita, dan menghapus basis pajak AS kita," katanya.

Untuk penerapan di blok Uni Eropa kebijakan pajak perusahaan minimum ini membutuhkan undang-undang untuk disahkan, kemungkinan besar selama kepresidenan Prancis di blok itu pada paruh pertama tahun 2022, dan itu akan membutuhkan dukungan bulat dari 27 anggota blok tersebut.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team