Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi protes di Sudan. (Pexels.com/Aladdin Mustafa)

Jakarta, IDN Times - Gejolak politik di Sudan terus memanas dan rakyat yang menentang kudeta militer terus melanjutkan demonstrasi. Pada Rabu (17/11/21), ribuan orang turun ke jalan dan dikabarkan 15 demonstran tewas ditembak.

Kudeta di Sudan terjadi pada akhir Oktober 2021. Jenderal militer Abdel Fattah al-Burhan mengambil alih pemerintahan dan menggulingkan Perdana Menteri Abdalla Hamdok.

Abdalla Hamdok adalah seorang ekonom berpengalaman dari elemen sipil, yang diharapkan dapat membawa Sudan bertransisi menjadi negara demokratis. Kini, harapan itu sepertinya pudar.

1. Pasukan keamanan menggunakan gas air mata dan peluru tajam

Demonstrasi penolakan anti-kudeta yang dilakukan rakyat Sudan pada Rabu menjadi hari paling mematikan sepanjang protes terjadi. Menurut Reuters, pejabat medis setempat mengatakan ada 15 orang yang tewas ditembak oleh pasukan keamanan.

Ribuan demonstran yang turun ke jalan tersebar di tiga daerah, yakni ibu kota Khartoum, kota Bahri, dan kota Omdurman. Mereka menolak kudeta militer dan menuntut penyerahan penuh kekuasaan kepada otoritas sipil. Mereka juga menuntut pemimpin kudeta pada 25 Oktober diadili.

Demonstrasi besar yang terus digelar mendapatkan tantangan dari pasukan keamanan. Pasukan menggunakan gas air mata dan peluru tajam untuk menghalau peserta protes.

Tenaga medis di Komite Pusat Dokter Sudan (CCSD) mengatakan, "pasukan kudeta menggunakan peluru tajam di berbagai daerah di ibu kota dan ada puluhan (orang mengalami) luka tembak, beberapa di antaranya dalam kondisi serius.

Sebagian besar korban yang tewas adalah demonstran yang melakukan protes di kota Bahri.

2. Korban tewas selama protes hampir 40 orang

Editorial Team

Tonton lebih seru di