Jakarta, IDN Times – Sebuah penerbangan yang membawa 153 warga Palestina dari Gaza ke Afrika Selatan memicu gelombang pertanyaan tajam, setelah aktivis dan otoritas setempat menemukan kejanggalan serius terkait cara perjalanan itu diatur. Pesawat tersebut mendarat di Bandara Internasional OR Tambo, Johannesburg, namun ditahan selama hampir 12 jam, dengan penumpang tidak diperbolehkan turun.
Situasi ini membuat publik mempertanyakan siapa sebenarnya pihak yang mengatur pemindahan tersebut. Ketegangan meningkat setelah sejumlah aktivis menyebut pemindahan itu bukan bagian dari skema bantuan kemanusiaan, melainkan diduga operasi sistematis untuk memindahkan warga Palestina dari Gaza. Mereka menuduh Israel memanfaatkan organisasi bernama Al-Majd Europe sebagai kedok untuk mendorong pemindahan paksa, terutama terhadap kelompok profesional yang dianggap vital bagi pemulihan Gaza.
Informasi itu menguat setelah aktivis di Afrika Selatan menemukan pemerintah setempat sama sekali tidak diberi pemberitahuan resmi mengenai kedatangan rombongan tersebut. Lebih mengkhawatirkan lagi, para penumpang tidak memiliki dokumen apa pun yang dapat digunakan untuk pemrosesan keimigrasian. Sejumlah warga Palestina bahkan mengaku tidak mengetahui dengan jelas negara tujuan.
Aktivis veteran Johannesburg, Na’eem Jeenah, mengatakan kepada Middle East Eye, Senin (17/11/2025) pola perpindahan ini menunjukkan adanya upaya terkoordinasi untuk "mengosongkan" warga Gaza melalui jalur nonformal. Dia menilai Al-Majd Europe berpotensi menjadi perpanjangan dari operasi intelijen Israel yang memanfaatkan situasi keputusasaan warga Gaza setelah lebih dari setahun agresi militer.
Temuan tambahan dari para aktivis memperkuat kecurigaan tersebut: boarding pass para penumpang menunjukkan tujuan beragam, mulai dari India hingga Malaysia. Hal ini menunjukkan, warga Palestina naik pesawat tanpa kepastian tujuan akhirnya. Kondisi ini, menurut aktivis, semakin menyerupai pola perdagangan manusia.
Meski belum ada konfirmasi resmi dari Al-Majd Europe, kesaksian dari para penumpang dan pernyataan otoritas Palestina di Afrika Selatan mengisyaratkan pemindahan tersebut terjadi di luar mekanisme yang seharusnya. Situasi ini memicu respons keras dari masyarakat sipil yang mendesak adanya penyelidikan penuh.
