Bendera Sri Lanka (Unsplash.com/Mariana Proença)
Protes yang meningkat telah menyebabkan keretakan di dalam pemerintahan Sri Lanka. Keponakan presiden yang menjabat sebagai menteri olahraga, Namal Rajapaksa, mengutuk pemadaman internet. Dia mengaku tidak akan memaafkan aksi pemblokiran media sosial tersebut.
Dia termasuk di antara tiga anggota keluarga Rajapaksa yang kemudian mengundurkan diri dari kabinet, bersama dengan menteri keuangan Basil Rajapaksa dan saudara tertua, Chamal Rajapaksa, yang merupakan menteri pertanian.
Sebuah partai junior juga mengisyaratkan akan meninggalkan koalisi yang berkuasa dalam waktu seminggu. Langkah itu tidak akan memengaruhi kelangsungan hidup pemerintah, tetapi mengancam peluangnya untuk secara sah memperpanjang peraturan keadaan darurat negara itu.
Sementara, para diplomat Barat di Kolombo telah menyatakan keprihatinannya atas penggunaan undang-undang darurat untuk meredam perbedaan pendapat.
Asosiasi Pengacara yang berpengaruh di Sri Lanka mendesak pemerintah untuk membatalkan keadaan darurat. Aksi solidaritas dilakukan di tempat lain di dunia selama akhir pekan, termasuk di kota Melbourne, Australia, rumah bagi diaspora Sri Lanka yang besar.
Kekurangan mata uang asing yang parah membuat Sri Lanka berjuang untuk melunasi utang luar negerinya yang membengkak sebesar 51 miliar dolar AS. Hal ini diperparah oleh pandemik yang merusak pendapatan vital dari pariwisata dan pengiriman uang.