Jakarta, IDN Times - KJRI di Istanbul, Turki pada Rabu, 28 Oktober 2020 tiba-tiba didatangi oleh sekelompok orang yang berasal dari organisasi Lembaga Pemantau Hak Asasi Turkestan Timur. Mereka memprotes sikap pemerintah Indonesia yang malah sepakat memulangkan empat warga etnis Uighur yang sempat dibui di Tanah Air.
Menurut keterangan tertulis dari organisasi itu di akun media sosialnya, dari empat warga yang diincar Negeri Tiongkok, satu di antaranya masih menjalani hukuman di Lapas Nusa Kambangan. Narapidana pria itu diketahui bernama Ahmet Bozoğlan. Sisa tiga warga Uighur bernama Abdulbasit Tuzer (26 tahun), Ahmet Mahmud (23 tahun), dan Altinci Bayram (32 tahun).
Tetapi, informasi yang dikutip oleh laman Malaysia, BenarNews, keempat warga etnis Uighur sudah dideportasi pada September lalu. Mereka dijatuhi vonis bui enam tahun dan denda Rp100 juta karena disebut terbukti berupaya bergabung dengan kelompok teroris Mujahidin Indonesia Timur (MIT) di Poso, Sulawesi Tengah.
BenarNews memperoleh konfirmasi keempat warga etnis Uighur itu telah dideportasi ke Negeri Tirai Bambu dari dua pakar di bidang terorisme. Salah satunya, peneliti Institute for Policy Analysis of Conflict (IPAC), Deka Anwar. Berdasarkan informasi dari sumbernya di Lapas Nusa Kambangan, empat warga Uighur itu dipulangkan ke Tiongkok pada pertengahan September lalu.
"Denda senilai Rp100 juta itu dibayarkan oleh Pemerintah Tiongkok," ungkap Deka.
Peneliti lainnya dari Pusat Kajian Deradikalisasi dan Radikalisme (PAKAR), Muhammad Taufiqurrohman, mengatakan petugas imigrasi datang ke Lapas Nusa Kambangan dengan membawa surat untuk menjemput mereka.
"Di dalam surat itu, keempatnya dipindahkan ke sebuah rumah tahanan imigrasi," ujar Taufiqurrohman.
Lalu, apa komentar dari pemerintah Indonesia mengenai aksi demonstrasi di depan gedung KJRI di Istanbul? Mengapa pemerintah Indonesia tidak bersikap terbuka soal deportasi empat warga Uighur tersebut?