Jakarta, IDN Times - Para ahli pernah memprediksi bahwa Amerika Serikat akan menjadi episentrum baru penyebaran virus corona. Hal itu kini menjadi kenyataan.
Data real time yang dikutip dari laman Universitas John Hopkins per (27/3) pagi menunjukkan kasus positif COVID-19 di Negeri Abang Sam sudah menembus 83.507. Di mana lebih dari 1.000 orang dilaporkan meninggal dunia. Laman Worldmeters per hari ini melaporkan 1.293 pasien COVID-19 di Negeri Abang Sam tidak tertolong. Sementara angka pasien yang sembuh mencapai 1.864.
Angka ini melebihi jumlah kasus positif COVID-19 yang terjadi di Tiongkok dan Italia. Angka kasus positif di Tiongkok mencapai 81.782, sedangkan Italia mencatatkan 80.589 kasus positif.
Harian New York Times edisi hari ini menyebut melonjak drastisnya kasus COVID-19 di AS tidak lepas dari buruknya cara pemerintahan Presiden Donal Trump menghadapi pandemi ini. Di awal-awal kemunculan virus itu di Tiongkok, Negeri Paman Sam masih terlihat santai.
"Pemerintah tetap menjalankan roda pemerintahan seperti biasa, ancaman pemakzulan (Presiden Trump), kasus pelecehan seksual Harvey Weinstein, Brexit dan penyelenggaraan Piala Oscars," demikian tulis jurnalis NYT, Donald G McNeil.
Permasalahan lainnya yakni pemerintah di negara bagian terlambat untuk melakukan tes massal di area yang lebih luas, kurangnya alat pelindung diri bagi petugas medis seperti masker dan ventilator bagi pasien dalam kondisi kritis. Kritik lain dari NYT yakni pihak yang dibebankan tanggung jawab untuk memimpin gugus tugas mengatasi COVID-19 bukan lah seorang dokter melainkan politikus.
Lalu, apa yang hendak dilakukan oleh Pemerintah AS untuk menurunkan angka penyebaran COVID-19 di negaranya?