Pengungsi menaiki pesawat saat Departemen Pertahanan AS berkomitmen untuk mendukung Departemen Luar Negeri AS dalam keberangkatan personel sipil AS dan sekutu dari Afghanistan, dan untuk mengevakuasi sekutu Afghanistan dengan aman, dalam gambar handout terbaru tanpa tanggal. ANTARA FOTO/Staff Sgt. Brandon Cribelar/U.S. Air Force /Handout via REUTERS/AWW
Di bawah pemerintahan sebelumnya, rumah sakit juga kekurangan sumber daya, tetapi setidaknya Kementerian Kesehatan mampu menyediakan bahan bakar yang cukup untuk mereka. Sekarang, dengan adanya pemotongan dana, pemerintah Taliban tidak punya uang.
Bahkan tumpukan kayu kecil di pemanas ruangan telah disumbangkan oleh badan amal internasional.
Kondisi ekonomi yang kacau ini juga berdampak pada staf rumah sakit. Mereka dikabarkan baru menerima gaji dalam lima bulan, itu pun berkat bantuan Komite Palang Merah Internasional.
Dr Parsa, kepala rumah sakit wilayah itu, sampai harus membayar gaji untuk enam perawat tambahan dari kantongnya sendiri, hanya untuk menjaga agar layanan penting tetap berjalan.
Persediaan obat-obatan saat ini juga masih sangat rendah. Mereka hanya memiliki pasokan obat untuk waktu sekitar satu minggu. Akibatnya, kebanyakan pasien disuruh membeli sendiri dari apotek terdekat, membuat mereka terlilit utang.
Pemerintah Barat telah menangguhkan pendanaan karena khawatir dananya akan disalahgunakan pemerintahan Taliban. Tapi Dr Parsa mengatakan, rumah sakitnya membutuhkan dukungan.
“Pesan saya kepada komunitas internasional adalah: ini adalah situasi terburuk yang pernah kami hadapi... tolong kirimkan bantuan kemanusiaan kepada kami. Negosiasikan dengan emirat Islam [pemerintah Taliban] dan cairkan cadangan devisa mereka,” katanya.