Ancaman Hukuman Mati bagi Pasukan Myanmar yang Kabur

Mizoram, IDN Times - Sejak kudeta militer meletus di Myanmar pada 1 Februari, suasana di negara tersebut semakin tegang. Massa pendukung negara demokrasi pimpinan Aung San Suu Kyi yang melakukan protes di jalanan, mendapatkan tindakan keras dari pasukan keamanan.
Sejauh ini, telah tercatat 180 orang yang meninggal. Namun salah satu organisasi hak asasi manusia di Myanmar melaporkan bahwa korban meninggal telah mencapai lebih dari 200 orang. Angka-angka tersebut belum dapat diverifikasi secara independen.
Mereka yang meninggal di jalanan di kota-kota Myanmar banyak yang terkena peluru aparat keamanan. Polisi dan militer tak hanya menggunakan gas air mata dan pelur karet, tetapi juga menggunakan peluru tajam untuk mengatasi demonstran.
Akan tetapi banyak pula di antara petugas yang menolak perintah untuk menembak demonstran. Mereka akhirnya melarikan diri dari Myanmar dan menyeberang ke negara bagian Mizoram, India, yang berbatasan langsung dengan Myanmar.
1. Pengungsi Myanmar tidak dapat dipulangkan
Sampai saat ini tidak ada angka pasti yang menyatakan jumlah pasukan keamanan Myanmar yang melarikan diri dan menyeberang ke India. Assam Riffles, pasukan para-militer yang menjaga perbatasan India-Myanmar mengatakan ada 264 orang dan tiga perempatnya adalah petugas keamanan Myanmar.
Tapi angka sebenarnya kemungkinan besar lebih dari itu. Melansir dari laman The Hindu, Vanlalvena, Anggota Parlemen yang mewakili Mizoram, mengatakan jumlah orang Myanmar yang menyeberang terus bertambah setiap jamnya.
Pada hari Rabu (17/3) Vanlalvena mengatakan "saya memiliki beberapa laporan bahwa lebih dari 400 orang telah memasuki Mizoram." Vanlalvena telah memohon kepada pemerintah federal India untuk mengizinkan orang Myanmar masuk ke negara itu sebagai pengungsi.
Di Mizoram, ada enam distrik yang langsung berbatasan dengan negara bagian Chin Myanmar. Enam distrik tersebut adalah Hnahthial, Champhai, Lawngtlai, Saitual, Serchhip dan Siaha.
Meski ada perintah untuk melakukan deportasi bagi para eksil Myanmar, tapi perintah tersebut tidak terlalu jelas. Pejabat di Mizoram, yakni Zoramthanga yang menjadi Kepala Menteri negara bagian berpendapat, lebih menyukai pendekatan kemanusiaan, menawarkan mereka tempat tinggal dan makanan sementara.
“Mereka tidak dapat dipulangkan sekarang karena itu bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan," katanya.