Ilustrasi pesawat militer (Unsplash.com/bryan robinson)
Jika saat ini kita melihat perkembangan ketegangan yang terjadi di Asia Timur, yang juga dapat memicu ketidak-stabilan Asia Pasifik dan dunia secara umum, ada semacam bingkai yang menunjukkan dua pilihan.
Dua pilihan tersebut adalah, Beijing dapat memaksa Taipei kembali bersatu, atau kalau tidak bisa maka jalan militer akan dilakukan. China saat ini telah menjadi raksasa, tidak hanya di bidang ekonomi tapi juga di bidang militer.
Namun dari dua pilihan itu, menurut John Culver dari The Interpreter, dua pilihan tersebut adalah opsi penyederhanaan yang sangat berbahaya.
Menurutnya, selama beberapa dekade terakhir sejak tahun 1970-an, China memiliki strategi politik unifikasi Taiwan, termasuk didalamnya ada komponen militer. China telah membangun pondasi hubungan internasional, termasuk dengan AS, untuk persoalan Taiwan.
Bagi Culver, PKC mungkin akan mampu untuk terus bersabar dan menjalankan serangkaian kampanye strategis dalam tujuannya membawa Taiwan ke pangkuan Beijing. Ini bisa berlangsung berbulan-bulan, bertahun-tahun dan bahkan satu dekade ke depan.
Ketegangan China dan Taiwan adalah perang saudara yang belum sepenuhnya berakhir sejak masa lalu.
Jikalau konflik militer benar-benar meletus, kawasan Asia Timur yang selama beberapa dekade telah menjadi salah satu kiblat pertumbuhan ekonomi dunia dan sumber utama pasokan berbagai barang produksi, akan terputus seketika dan menimbulkan kekacauan besar.
Ini karena akan menampilkan AS-China, dua kekuatan ekonomi dan militer terbesar di dunia.