Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IMG-20251031-WA0035.jpg
Presiden Prabowo disambut Presiden Republik Korea, Lee Jae Myung saat menghadiri KTT APEC 2025 (dok. Sekretariat Presiden)

Intinya sih...

  • APEC dihadapkan pada tantangan perdagangan dan krisis global

  • Teknologi harus memberdayakan manusia, bukan menggantikannya

  • Semangat Hwabaek, harmoni dari beragam suara

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Presiden Korea Selatan Lee Jae Myung membuka Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) APEC ke-32 di Gyeongju, Jumat (31/10/2025), dengan ajakan agar negara-negara anggota bersatu menghadapi perubahan besar dalam ekonomi global. Ia menegaskan pentingnya solidaritas dan kolaborasi di tengah tantangan geopolitik dan teknologi yang semakin kompleks.

“Kerja sama dan solidaritas adalah jalan paling pasti menuju masa depan yang lebih baik,” kata Lee dalam pidato pembukaannya. Ia menekankan bahwa hanya melalui kolaborasi, APEC dapat menjawab tantangan ekonomi yang dihadapi bersama oleh negara-negara Asia-Pasifik.

KTT tahun ini mengusung tema ‘Koneksi, Inovasi, dan Kemakmuran untuk Masa Depan Berkelanjutan’. Tema tersebut memperluas semangat Putrajaya Vision 2040, yang lima tahun lalu menjadi panduan arah pembangunan APEC agar lebih inklusif dan tangguh menghadapi perubahan global.

Presiden Lee juga menyoroti bahwa tahun 2025 merupakan momen bersejarah bagi Korea Selatan. Ia menyebut, “Tahun ini rakyat kami telah memulihkan demokrasi melalui kekuatan luar biasa dan meneguhkan kembali posisi kami di komunitas internasional.”

Ia menambahkan, menjadi tuan rumah pertemuan APEC kali ini adalah kehormatan besar bagi Korea Selatan. “Merupakan kebanggaan bagi saya untuk memimpin pertemuan ini di saat dunia berada pada titik balik yang menentukan,” ujarnya.

1. APEC didorong hadapi tantangan perdagangan dan krisis global

Figur publik Korea Selatan di video promosi KTT APEC 2025 Korea (YouTube.com/APEC 2025 KOREA)

Dalam pidatonya, Lee menyoroti perubahan besar dalam tatanan ekonomi dunia. Ia menilai sistem perdagangan bebas global kini berada dalam masa penuh ketidakpastian. “Kita berdiri di persimpangan penting dalam tatanan internasional. Sistem perdagangan global sedang mengalami perubahan mendalam,” ucapnya.

Menurut Lee, melemahnya momentum perdagangan dan investasi global perlu disikapi dengan langkah konkret. Ia menegaskan, APEC harus memainkan peran lebih aktif dalam memperkuat kerja sama ekonomi di tengah fragmentasi global.

“Perjalanan panjang APEC membuktikan bahwa kerja sama adalah kunci untuk mengatasi krisis apa pun,” katanya.

Lee mengingatkan APEC, yang menaungi 21 ekonomi utama dunia, telah menjadi motor penggerak pertumbuhan global. “Sejak berdiri, PDB gabungan APEC meningkat lima kali lipat, dan volume perdagangan naik sepuluh kali lipat,” ungkapnya.

Ia menyebut capaian tersebut sebagai bukti nyata kekuatan kolaborasi multilateral. Namun, Lee juga menegaskan bahwa kesuksesan ekonomi tidak boleh membuat negara-negara APEC lengah.

“Pertumbuhan bersama hanya bisa dicapai bila kita menjaga keterbukaan dan kepercayaan satu sama lain,” katanya.

Presiden Lee berharap pertemuan di Gyeongju dapat menjadi titik balik untuk memperkuat semangat APEC sebagai kawasan yang saling terhubung dan tangguh. Ia mengajak para pemimpin untuk menyepakati langkah nyata dalam memperkuat rantai pasok, perdagangan digital, dan ekonomi hijau.

2. Teknologi harus memberdayakan manusia, bukan menggantikannya

Suasana Gyeongju, kota penyelenggara APEC 2025 (IDN Times/Satria Permana)

Lee juga menyoroti revolusi teknologi global yang dipimpin oleh kecerdasan buatan (AI). Ia mengatakan kemajuan teknologi membawa peluang besar, tetapi juga risiko baru, terutama terhadap kesenjangan sosial dan kehilangan pekerjaan.

“Revolusi teknologi menghadirkan tantangan dan peluang sekaligus,” kata Lee. “Kita harus memastikan bahwa teknologi memberdayakan manusia, bukan menggantikannya.”

Ia menekankan pentingnya investasi pada pendidikan dan pelatihan keterampilan digital agar masyarakat siap menghadapi era baru ini. “Kita harus memperkuat kapasitas manusia, memperluas literasi digital, dan membangun ekosistem yang berpusat pada manusia,” ujarnya.

Menurutnya, APEC harus menjadi pelopor dalam memastikan transformasi digital yang inklusif. “Inovasi digital seharusnya menciptakan lapangan kerja baru, memperluas partisipasi ekonomi, dan meningkatkan kualitas hidup semua warga,” katanya.

Lee juga menambahkan bahwa dengan semangat kolaborasi, negara-negara APEC dapat menjadikan teknologi sebagai kekuatan positif. “Mari kita bangun masa depan di mana kemajuan teknologi berjalan seiring dengan martabat manusia,” ucapnya.

3. Semangat Hwabaek, harmoni dari beragam suara

Suasana Gyeongju, kota penyelenggara APEC 2025 (IDN Times/Satria Permana)

Menutup pidatonya, Presiden Lee mengajak para pemimpin dunia untuk belajar dari sejarah panjang kota Gyeongju, bekas ibu kota Kerajaan Silla yang dikenal dengan tradisi musyawarah dan harmoni.

“Seperti Dewan Hwabaek di masa lalu, pertemuan ini bukan tentang keseragaman pikiran, melainkan tentang menciptakan harmoni dari berbagai suara,” ujar Lee.

Ia menjelaskan, semangat Hwabaek mencerminkan nilai dasar APEC, seperti keberagaman, kebersamaan, dan keseimbangan. “Dari perbedaan, kita bisa menemukan kesatuan. Dari perdebatan, lahir solusi bersama,” katanya.

Presiden Lee berharap semangat ini akan menuntun para pemimpin dalam mengambil keputusan strategis untuk masa depan kawasan. “Di kota bersejarah ini, mari kita temukan inspirasi dan keberanian untuk melompat bersama menuju masa depan yang lebih cerah,” ujarnya.

Pertemuan APEC ke-32 di Gyeongju dihadiri oleh 21 negara anggota dan satu tamu kehormatan, Uni Emirat Arab. Diskusi tahun ini berfokus pada strategi memperkuat kerja sama ekonomi, digitalisasi, dan keberlanjutan di kawasan Asia-Pasifik.

Editorial Team