Jakarta, IDN Times – Perseturuan antara Hamas dengan Israel belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir. Sampai Minggu (15/10/2023) malam, Al Jazeera melaporkan lebih dari 2.329 warga Palestina Tewas dengan 724 di antaranya adalah anak-anak. Sementara, jumlah korban tewas dari Israel mencapai 1.300 nyawa, sekitar 286 di antaranya adalah tentara.
Situasinya justru semakin rumit. Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) gagal mengeluarkan resolusi. Amerika Serikat (AS) menjanjikan dukungan penuh atas Israel. Sementara Rusia mendukung penuh kemerdekaan Palestina.
Israel memerintahkan warga Palestina di Jalur Gaza untuk mengevakuasi diri. Setelah serangkaian serangan udara, Israel Defense Forces (IDF) mulai bersiap dengan serangan darat. Di sisi lain, pejuang Hizbullah di Lebanon dan Iran siap ambil tindakan jika pertempuran skala penuh terjadi di Gaza.
Pengamat Timur Tengah, Eva Mushoffa, mengatakan bahwa Arab Saudi bisa menjadi aktor kunci untuk menginisiasi perdamaian. Saudi, yang secara de facto dipimpin Pangeran Mohammed bin Salman (MBS), punya modal baik melalui hubungannya dengan AS dan Israel.
“Kita tahu bahwa tidak ada negara yang mampu menekan Israel kecuali Amerika. Secara geopolitik, ada keterkaitan antara kebijakan luar negeri Amerika yang ingin Saudi menormalisasi hubungannya dengan Israel. Ada juga kepentingan lainnya untuk menjauhkan Saudi dari China,” kata Eva kepada IDN Times.
“Posisi Saudi sekarang tidak seperti dulu, yang sangat bergantung dengan militer dan pasar minyak AS. Dalam kaitan itu, Saudi punya posisi yang signifikan untuk bernegosiasi atau mendorong AS memulai proses perdamaian. Pertanyaannya, apakah MBS mau atau tidak?” sambung Eva.