Petugas keamanan Arab Saudi berjaga di depan Ka'bah yang kosong saat bulan suci Ramadan di Arab Saudi pada 5 Mei 2020. ANTARA FOTO/Saudi Press Agency/Handout via REUTERS
Pandemik COVID-19 sendiri memberikan tantangan baru bagi Arab Saudi selaku negara yang bertanggung jawab atas situs-situs suci bagi penduduk Islam dunia. Dalam situasi normal, negara itu bisa menerima lebih dari 2,5 juta jemaah haji setiap tahun.
Pada April lalu, Menteri Urusan Ibadah Haji Arab Saudi Mohammed Banten sempat meminta seluruh umat Islam yang ingin berangkat ke Mekkah dan Madinah agar menunda persiapan, termasuk membeli tiket pesawat, karena ketidakpastian situasi di tengah pandemik COVID-19. Ibadah Umrah sendiri telah dibatalkan.
Berdasarkan data resmi yang dikutip Middle East Eye, dari penyelenggaraan ibadah haji dan umrah, pemerintah Arab Saudi bisa memperoleh sebanyak Rp167 triliun per tahun. Di tengah menurunnya harga minyak dunia dan kebijakan lockdown yang diterapkan untuk memutus laju penyebaran virus corona, penundaan haji dan umrah diprediksi akan berimbas besar terhadap perekonomian Saudi.
Sebelumnya, Pangeran Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman (MBS) berencana melakukan reformasi ekonomi untuk mengurangi ketergantungan terhadap minyak. Salah satunya dengan meningkatkan kapasitas haji dan umrah hingga 30 juta orang per tahun.
Ini lantaran tak seperti minyak yang fluktuatif, minat orang Islam untuk melakukan ibadah haji maupun umrah tak pernah surut. Jika rencana itu berhasil, harapannya pendapatan dari haji dan umrah akan meningkat sampai Rp185 triliun pada 2030.