Ilustrasi YouTube. (unsplash.com/Christian Wiediger)
Surat dari koalisi 12 Jaksa Agung negara bagian Amerika Serikat itu datang sehari sebelum tiga CEO Bigtech Facebook, Twitter dan Alphabet yang memiliki Google dan YouTube, datang melakukan rapat dengar pendapat dengan anggota Kongres AS.
Rapat dengar pendapat yang akan dilakukan itu bertajuk ‘Disinformation Nation: Social media’s role in promoting extremism and misinformation’ dan akan digelar pada hari Kamis (25/3).
Ada dua pemicu yang jadi pokok persoalan anggapan bahwa media sosial memiliki peran penting dalam tersebarnya hoaks dan misinformasi. Dua hal tersebut adalah penyerangan terhadap Gedung Capitol dan kesalahan informasi wabah virus corona.
Melansir dari kantor berita Reuters, tiga Bigtech Amerika Serikat itu mengatakan telah memberikan beberapa langkah sebagai upaya mencegah tersebarnya informasi keliru. Facebook mengatakan telah menghapus lebih dari dua juta postingan dan kemudian memberikan label kepada semua postingan yang terkait informasi virus corona dan vaksinnya.
CEO Twitter, Jack Dorsey menjelaskan akan berbicara tentang kebijakan dan rencana informasi yang salah di Twitter, seperti eksperimen pengecekan fakta lewat Birdwatch. Akun yang terbukti menyebarkan informasi palsu secara berulang akan ditangguhkan atau dihapus.
Sedangkan CEO Alphabet yang memiliki Google dan YouTube, Sundar Pichai, memberikan kesaksian tertulisnya pada hari Rabu (24/3) yang mencantumkan tindakan yang telah diambil oleh Google seperti memberikan profil yang lebih tinggi kepada sumber berita resmi.