Selama Konflik tiga bulan di Tigray telah membuat kesulitan PBB dan organisasi lainnya kesulitan untuk menyalurkan bantuan. Melansir dari VOA News, pada Rabu, 27 Januari UNICEF menyampaikan 1,3 juta anak-anak telah menderita akibat konflik dan UNICEF juga menyampaikan kesulitan mengakses wilayah konflik, yang membuat kesulitan memahami seberapa buruk dampak konflik terhadap anak-anak.
Situasi disana memang belum tergambarkan semuanya, tapi kerusakan fasilitas kesehatan dan penjarahan persediaan penting telah membuat imunisasi telah berhenti di wilayah konflik Ethiopia. Saat ini akses ke sistem air dan sanitasi telah dibatasi dan anak-anak di Tigray belum bisa bersekolah, meski sekolah di Ethiopia telah dibuka kembali setelah pembatasan karena COVID-19, tetapi tidak berlaku di Tigray.
Konflik di Tigray juga menyebabkan kesulitan mendapatkan bahan makanan, yang karena hal itu UNICEF melaporkan bahwa tingkat malnutrisi akut yang parah mencapai 10 persen di antara anak-anak di bawah usia lima tahun. Data itu menunjukkan bahwa ada sekitar 70.000 anak mengalami malnutrisi, angka itu di atas ambang darurat WHO yang sebesar 3 persen.
Akses bantuan yang sulit semakin memperburuk kondisi warga yang terdampak konflik Tigray, terutama pada anak-anak. Pihak UNICEF telah menyerukan agar pemerintah Ethiopia untuk membayar gaji pegawai negeri dan memberikan akses pengiriman bantuan, sebelumnya pemerintah telah menyampaikan menolak pihak luar Ethiopia ikut campur dalam urusan mereka.
Para orangtua Tigray yang mencari tempat aman ke Sudan dalam pelarian telah terpisah dengan sekitar 300 anak-anak mereka. Para anak-anak yang terpisah ada yang mengungsi ke Sudan dan ada yang di kamp pengungsi dalam negeri.
Ethiopia perlu mengambil tindakan secepatnya untuk membantu para warga yang terdampak konflik. Mereka perlu makanan, tempat berlindung dan kebutuhan mendasar lainnya.