Partai Republik mengatakan mereka tidak mendukung rencana pengeluaran oleh Partai Demokrat serta ingin Demokrat mengangkat batas utang mereka sendiri. Tetapi Demokrat menunjukkan bahwa sebagian besar utang baru negara itu terjadi selama pemerintahan Presiden AS Donald Trump, yang merupakan seorang anggota Partai Republik.
Pemimpin Partai Republik di Senat, Mitch McConnell, mengatakan dia akan mencoba memaksa majelis untuk memilih perpanjangan pendanaan, terpisah dari ketentuan yang akan menangguhkan batas utang pemerintah sebesar 28,4 triliun dolar AS atau setara dengan Rp405.766,4 triliun hingga akhir tahun 2022 ini.
"Kami pasti sudah bisa mengadakan pemungutan suara bipartisan untuk mendanai pemerintah saat ini, jika bukan karena "taktik aneh" dari pemimpin Partai Demokrat di Senat," ujarnya.
Majelis Tinggi saat ini kemungkinan akan mengirim resolusi berkelanjutan kembali ke parlemen AS untuk disahkan tanpa ketentuan batas utang yang mencegah terjadinya shutdown. Namun, hal itu akan membuat masalah batas utang tidak terselesaikan. Hasil yang mengkhawatirkan akan membuat pasar semakin gelisah karena tenggat waktunya semakin dekat yakni pertengahan hingga akhir Oktober 2021.
Partai Republik menilai RUU Pengeluaran Darurat berisiko tinggi, dengan Partai Demokrat juga mencoba untuk maju dalam agenda ekonomi Presiden AS, Joe Biden, yang luas. Agenda itu mencakup tagihan infrastruktur sebesar 1 triliun dolar AS atau setara dengan Rp14.287,5 triliun dan paket pengeluaran sosial sebesar 3,5 triliun dolar AS atau setara dengan Rp 50.006,4 triliun.
RUU tersebut mencakup pendanaan proyek jalan, jembatan, bandara, sekolah, dan lainnya. Itu sempat melewati Senat pada Agustus 2021 lalu dengan dukungan dari Partai Republik yang cukup besar.