Ilustrasi tentara. (Unsplash.com/Diego González)
Pejabat senior lain pemerintah AS mengatakan, sejak kudeta dilakukan, militer AS tidak melakukan misi kontraterorisme dengan pasukan Niger. Namun, operasi intelijen, pengintaian, dan pengawasan melalui drone AS yang kofus pada pemantauan ancaman terhadap pasukan AS, termasuk ancaman dari organisasi ekstremis, masih terus berlanjut.
“Organisasi ekstremis yang kejam dapat berkembang di wilayah yang tidak stabil, dan kudeta seperti yang terjadi di Niger justru memberikan lebih banyak ruang,” kata pejabat tersebut.
Pejabat AS telah menyampaikan kekhawatiran bahwa terbatasnya intelijen, pengintaian, dan pengawasan akan merugikan upaya internasional untuk membantu memerangi teroris di Niger, yang dianggap sebagai pusat operasi kontra-teror di Afrika Barat.
Dilansir CNN, pada minggu-minggu setelah pengambilalihan militer pada Juli, terdapat kekhawatiran bahwa tentara bayaran Rusia Wagner akan mencoba mengambil keuntungan dari situasi ini, mengingat banyak dari pasukan tersebut ada berada di Mali.
“Saya yakin mereka (Wagner) ingin mencoba dan mencari peluang di Niger untuk melihat apakah mereka bisa mengambil keuntungan,” kata pejabat pertama.
“Sejauh ini, kami belum melihat bukti apa pun bahwa mereka berhasil, dan saya pikir hal ini terutama karena CNSP mengakui bahwa tidak ada hal positif yang dapat dihasilkan dari keterlibatan mereka," sambungnya.