Ilustrasi Gedung Opera Sydney di Australia. (pexels.com/Brett Stone)
Beberapa ahli berpendapat bahwa larangan hanya menunda paparan kaum muda terhadap aplikasi seperti TikTok, Instagram, dan Facebook, ketimbang mengajari mereka cara menavigasi ruang daring yang kompleks.
Salah satu kelompok advokasi hak-hak anak terbesar di Negeri Kanguru telah mengkritik larangan yang diusulkan sebagai instrumen yang terlalu tumpul. Dalam surat terbuka yang dikirimkan kepada pemerintah pada Oktober dan telah ditandatangani oleh lebih dari 100 akademisi dan 20 organisasi masyarakat sipil, Satgas Hak Anak Australia meminta Albanese untuk mempertimbangkan penerapan standar keamanan pada platform medsos.
Kelompok tersebut juga merujuk pada saran PBB bahwa 'kebijakan nasional' yang dirancang untuk mengatur ruang daring, harus ditujukan untuk memberi anak-anak kesempatan untuk mendapatkan manfaat dari keterlibatan dengan lingkungan digital dan memastikan akses mereka yang aman terhadapnya.
Di sisi lain, juru kampanye komunitas lainnya telah melobi pemerintah Australia terkait UU tersebut. Pihaknya mengatakan larangan diperlukan untuk melindungi anak-anak dari konten berbahaya, misinformasi, perundungan, dan tekanan sosial lainnya.
Petisi yang digagas oleh inisiatif 36Months, yang telah ditandatangani lebih dari 125 ribu orang, menyatakan bahwa anak-anak belum siap untuk bernavigasi di jejaring sosial daring dengan aman setidaknya hingga usia 16 tahun. Menurut mereka, penggunaan medsos yang berlebihan sedang mengubah otak anak-anak dalam masa kritis perkembangan psikologis, yang menyebabkan epidemik penyakit mental, dilansir BBC.