Azerbaijan-Armenia: Suara Rindu Kedamaian dari Moskow

Moskow, IDN Times – Konflik antara Azerbaijan dan Armenia masih terus berlangsung. Konflik yang sejak awal telah dikhawatirkan bakal meluas itu, telah tiga kali terjadi kesepakatan untuk melakukan gencatan senajata sementara. Namun, tiga kali kesepakatan tersebut rupanya gagal membuat dua belah pihak merundingkan perdamaian.
Luka diantara dua pihak, Azerbaijan dan Armenia, barangkali sudah terlalu dalam. Pada fase pertama konflik yang terjadi diantara dua negara bekas Uni Soviet itu, terjadi pada tahun 1990-an. Konflik tersebut disebut sebagai salah satu konflik paling berdarah setelah Perang Dunia kedua. Lebih dari 30.000 orang meninggal karena insiden itu.
Kini, konflik terjadi lagi. Azerbaijan tetap tidak mau menerima kehadiran bangsa Armenia yang telah menduduki wilayahnya di Nagorno-Karabakh. Armenia sendiri terus membela warganya yang berada di wilayah tersebut, sebuah wilayah yang secara internasional diakui milik Azerbaijan tetapi diduduki oleh sebagian besar bangsa Armenia. Konflik terus berlangsung dan korban dari kedua belah pihak terus bertambah.
1. Tidak yakin apakah warga Azeri dan Armenia bisa hidup bersama seperti dulu
Konflik lama yang tak pernah padam itu, sebenarnya memiliki sisi lain yang patut untuk diungkap. Pasca konflik berdarah pada tahun 1990-an dan pecahnya Uni Soviet yang kini menjadi Rusia, masih banyak warga Azerbaijan dan Armenia yang menetap di Rusia. Mereka kini tinggal dalam diaspora kelompok-kelompok kecil yang terorganisir di Moskow.
Masyarakat Azerbaijan yang memilih untuk tinggal di Rusia, banyak yang datang ke kantor Kedutaan Besar Azerbaijan di Moskow. Mereka ke sana untuk memberikan penghormatan korban perang, membawa bunga anyelir merah dan boneka-boneka kecil. Laman NPR mewawancarai Sanubar Aliyeva, salah satu warga Azeri yang menghabiskan separuh hidupnya di Rusia (5/11).
Dalam wawancara tersebut, Aliyeva yang juga membawa bunga untuk penghormatan korban perang, mengaku pernah bekerja bersama orang Armenia sebagai tenaga kesehatan. “Saya ragu apakah kita akan bisa hidup bersama dengan cara yang sama seperti dulu selama masa Uni Soviet” katanya memberikan penjelasan.
Azerbaijan kini sudah menjadi negara kuat. Adik Aliyeva yang kehilangan satu kaki pada konflik di tahun 1990-an, datang ke Kedutaan Besar Azerbaijan dan meminta bergabung dengan pasukan tetapi ditolak. Pejabat setempat mengatakan Azerbaijan saat ini berbeda dengan yang dulu.