Foto para pengungsi Rohingya di Bangladesh.Sumber: twitter.com/UN Humanitarian
Dalam rencana repatriasi kali ini hambatan yang sama kembali ditemui, di mana warga Rohingya masih takut untuk kembali. Jan Mohammad, seorang pengungsi yang telah berada di Bangladesh sejak 2017 mengatakan kepada VOA News, bahwa untuk kembali ke Rakhine pemerintah Myanmar harus menyetujui berbagai tuntutan mereka.
“Myanmar harus menjamin untuk mengembalikan hak kewarganegaraan penuh kepada semua Rohingya, ini adalah tuntutan utama kami. Kami semua ingin pulang ke desa asal kami di Rakhine. Kejahatan kekerasan dilakukan terhadap Rohingya di Rakhine yang menyebabkan eksodus kami dari Myanmar. Semua pelaku harus dimintai pertanggungjawaban atas kejahatan mereka. Dan, harus ada pasukan keamanan internasional yang netral untuk memastikan keamanan kami di Rakhine. Saya yakin tidak ada Rohingya yang akan siap untuk pulang ke Rakhine di Myanmar tidak peduli untuk memenuhi tuntutan Anda."
Warga Myanmar dari etnis Rohingya telah terpinggirkan kewarganegaraan mereka dicabut dan menjadi sasaran kekerasan etnis dan militer. Di Myanmar mereka kesulitan secara ekonomi dan selama beberapa dekade telah melarikan diri ke Bangladesh, di mana lebih dari 1,2 juta pengungsi sekarang tinggal, yang sebagian besar di koloni kumuh yang padat. Kekerasan militer Myanmar di 2017 telah memaksa 750.000 Rohingya meninggalkan Rakhine menuju Bangladesh.
Melansir dari Anadolu Agency, sejak 25 Agustus 2017 Badan Pembangunan Internasional Ontario (OIDA) dalam laporannya yang berjudul Migrasi Paksa Rohingya: Pengalaman yang Tak Terungkap, menyebutkan hampir 24.000 warga Rohingya telah dibunuh oleh militer Myanmar, lebih dari 34.000 telah dilempar ke dalam api, lebih dari 114.000 telah dipukuli, sebanyak 18.000 wanita dan gadis Rohingya diperkosa oleh tentara dan polisi, lebih dari 115.000 rumah dibakar dan 113.000 lainnya dirusak.