Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi bendera Bosnia-Herzegovina. (unsplash.com/@aboodi_vm)

Jakarta, IDN Times - Pemerintah Bosnia-Herzegovina mengalami keretakan setelah beberapa partai anggota memutuskan hengkang dari koalisi pada Jumat (6/1/2023). Padahal, koalisi pemerintahan Bosnia yang diikuti 10 partai baru terbentuk pada pertengahan Desember lalu. 

Pada Oktober, Bosnia-Herzegovina resmi menyelenggarakan pemilihan umum di tingkat nasional, termasuk memilih perwakilan dari tiga suku bangsa. Pemilu itu berhasil diselenggarakan, meski sempat mendapat penolakan dan ancaman dari entitas Kroat dan Serbia. 

1. Dua partai tinggalkan koalisi pemerintahan Bosnia

Partai Bosnia-Herzegovina (SBiH) dan People’s European Alliance (NES) memutuskan mundur dari koalisi pemerintahan. Keduanya mengaku tidak akan berpartisipasi dalam proses pembentukan pemerintahan ke depan. 

Keputusan ini diumumkan langsung oleh pemimpin kedua partai, Semir Efendic dan Nermin Ogresevic. Mereka menuntut agar negosiasi terkait hasil pemilu yang diwakili oleh Partai Alliance of Independent Social Democrats (SNSD), Partai Sosial Demokratik (SDP) and Partai People and Justice, dilaporkan Sarajevo Times.

Sebelumnya, Ogresevic dan Efendic mengumumkan kemungkinan mundurnya mereka dari koalisi setelah adanya pernyataan Dodik. Mereka juga menolak penerapan hukum properti negara di Republika Srpska yang hanya boleh digunakan oleh otoritas setempat. 

"Semua ini bahkan tidak pernah didiskusikan karena memang tidak ada keinginan untuk mendiskusikan apa yang mempengaruhi lingkungan implementasi kebijakan yang sudah disetujui dalam koalisi. Partai lain dapat melanjutkan implementasi ini," papar Efendic. 

2. Republika Srpska terapkan hukum properti negara

Permasalahan ini berkaitan penerapan hukum properti di entitas Bosnia Serbia atau Republika Srpska pada 28 Desember. Dalam hukum itu, properti yang dimiliki Republika Srpska, termasuk pemerintah lokal, perusahaan negara, dan institusi berada di bawah otoritasnya. 

Presiden Republika Srpska, Milorad Dodik mengatakan pada media bahwa properti di wilayahnya hanya dimiliki oleh entitasnya. Ia menganggap keputusan pengadilan salah dan bersikukuh bahwa properti tersebut merupakan milik etnisnya, dilansir Balkan Insight.

Pada April lalu, Representasi Tinggi di Bosnia, Christian Schmidt menolak hukum properti negara yang diajukan oleh parlemen Republika Srpska. Pada tahun lalu, pengadilan Bosnia juga menolak hukum properti negara yang dimiliki oleh negara Bosnia, bukan entitas masing-masing. 

3. Bosnia Serbia akan terus perjuangkan hukum properti negara

Menurut analis politik dan peneliti dari organisasi Istinomjer di Sarajevo, Denis Carkadzicon mengatakan bahwa Presiden Republika Srpska, Milorad Dodik sudah bermain lebih pintar dibanding rekan koalisinya. 

"Semua yang ia butuhkan adalah mengamankan perjanjian dengan Borjana Kristo. Dari situ, ia akan mulai bergerak bebas dan terbuka untuk merencanakan proyeknya," tulis Crakadzic dalam cuitan Twitternya. 

Dodik menegaskan bahwa entitasnya tidak akan menyerah terkait hukum properti negara karena ini bukan bagian dari kesepakatan menyusul pemilu pada 2 Oktober 2022 lalu. Namun, Dodik mengatakan bahwa pihaknya mendukung penuh kesepakatan koalisi. 

Pada Desember lalu, Uni Eropa (UE) sudah menyetujui status kandidasi anggota Bosnia-Herzegovina. Akan tetapi, proses masuk ke dalam anggota UE bisa membutuhkan waktu hingga bertahun-tahun. Pasalnya, Bosnia terus dirundung ketidakstabilan akibat disfungsional sistem administratif. 

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team