Foto udara menunjukkan pejalan kaki yang sedikit dari biasanya di penyeberangan di distrik perbelanjaan dan hiburan Ginza saat penyebaran virus corona, di Tokyo, Jepang, pada 5 April 2020. ANTARA FOTO/Kyodo/via REUTERS
Sementara itu, pemerintah Jepang masih gamang dalam memutuskan apakah para pekerja seks dan orang-orang yang menemani tamu-tamu di bar dewasa harus menerima bantuan. Sebelumnya, pemerintah mengumumkan bahwa para pekerja lepas yang tak mampu menjalankan pekerja sejak 27 Februari hingga 30 Juni bisa mendaftar untuk menerima uang Rp620 ribu per hari.
Namun, bagi para pekerja seks, situasinya lain. Pejabat Kementerian Kesehatan Jepang mengatakan prostitusi adalah bisnis ilegal sehingga mereka tak masuk ke dalam program bantuan pemerintah. "Di masa lalu, menjadi persoalan ketika subsidi diberikan kepada toko-toko yang berhubungan dengan sindikat kejahatan dan mereka yang beroperasi secara ilegal," kata pejabat tersebut, seperti dikutip The Japan Times.
Kelompok pendukung pekerja seks menilai ini tidak adil, terutama di tengah wabah. Dalam surat yang disampaikan minggu lalu, mereka menuntut pemerintah melindungi semua warga negara tanpa mendiskriminasi jenis pekerjaan. Yukiko Tsunoda, seorang pengacara hak perempuan, menilai tak dimasukannya pekerja seks dalam daftar penerima bantuan "seperti berkata kepada mereka untuk mati saja".
Minggu ini, pemerintah mengaku mempertimbangkan kembali keputusan tersebut. "Kami ingin meninjau kembali pedoman paket subsidi," kata Kepala Sekretaris Kabinet Yoshihide Suga kepada parlemen pada Senin (6/4), seperti dikutip The Mainichi. Salah satu yang masih menjadi tantangan adalah karena para pekerja seks selama ini juga melayani preman-preman dari kelompok kriminal.