Bantuan kemanusiaan PBB untuk Sudan. (Twitter.com/UN OCHA Sudan)
Melansir Associated Press, konflik sudara di Darfur dimulai pada 2003, ketika etnis Afrika memberontak karena menganggap pemerintah Omar Al-Bashir yang didominasi suku Arab mendiskriminasi mereka. Pemerintah Al-Bashir dalam melawan para pemberontak dituduh mempersenjatai suku-suku penggembala Arab lokal yang dikenal sebagai Janjaweed.
Pasukan Janjaweed dituduh atas banyak kekejaman, termasuk pembunuhan, pemerkosaan, penjarahan, dan pembakaran. Kelompok kemanusian menuduh banyak pasukan Janjaweed telah diintegrasikan ke dalam pasukan militer. Pasukan itu dipimpin oleh Jenderal Mohamed Hamdan Dagalo, wakil pemimpin de facto Sudan.
Karena kekejaman yang berlangsung di wilayah Darfur, Al-Bashir telah didakwa melakukan genosida oleh Pengadilan Kriminal Internasional. Dia digulingkan dari kekuasaan pada 2019 dan saat ini ditahan di Khartoum.
Pada 2020, Sudan menandatangani kesepakatan damai dengan kelompok pemberontak utama Darfur dan di tahun itu, PBB mengakhiri misi pasukan perdamaiannya di sana. Namun, sejak akhir tahun lalu, kekerasan suku dan pertempuran di Darfur telah menewaskan ratusan orang. Konflik antara suku Arab dan suku Massalit yang non-Arab sebelumnya pada April, menewaskan lebih dari 200 orang.
PBB telah diminta untuk kembali mengirimkan pasukan karena meningkatnya kekerasan suku. Konflik yang terjadi di Sudan, dilaporkan telah menyebabkan jumlah korban tewas hingga 300 ribu orang dan 2,5 juta orang mengungsi.