Dilansir dari The Guardian, pada hari pertamanya di Sudan Selatan, Paus Fransiskus berpidato kepada para uskup, pastor, dan biarawati Katolik di Katedral St. Theresa yang berlokasi di Juba, ibu kota Sudan.
"Saudara dan saudari, kita juga dipanggil untuk menjadi perantara bagi rakyat kita, untuk mengangkat suara kita melawan ketidakadilan dan penyalahgunaan kekuasaan yang menindas dan menggunakan kekerasan untuk mencapai tujuan mereka sendiri," ungkap isi pidato yang disampaikan oleh Paus Fransiskus yang dikutip dari BBC.
Paus menambahkan bahwa para pemimpin agama "tidak bisa tetap netral" oleh tindakan ketidakadilan. Menurut data dari PBB, ada sekitar 2,2 juta pengungsi internal di Sudan Selatan, dari total populasi yang diperkirakan mencapai 11,6 juta, serta 2,3 juta lainnya telah meninggalkan negara itu sebagai pengungsi. Kemiskinan dan kelaparan yang begitu ekstrem merajalela, dengan dua pertiga penduduk mereka membutuhkan bantuan kemanusiaan sebagai akibat dari konflik dan bencana banjir dalam 3 tahun terakhir.
Dalam pertemuannya kepada para uskup, pastor dan biarawati Katolik di Sudan Selatan, Paus mempertanyakan apa artinya menjadi pelayan Tuhan di tanah yang sedang dilanda perang, kebencian, kekerasan, serta kemiskinan.
"Bagaimana kami dapat menjalankan pelayanan kami di negara ini, di sepanjang tepi sungai yang bermandikan begitu banyak darah tak berdosa?" ungkap pertanyaan yang disampaikan oleh Paus mengacu pada Sungai Nil Putih yang melintasi negara yang juga dikutip dari BBC.