Jakarta, IDN Times – Kasus yang menimpa pekerja migran asal Indonesia, Parti Liyani, menjadi momentum upaya meraih keadilan hukum di Singapura. Publik di Negeri singa menganggap, kasus ini memicu desakan meninjau proses penyelidikan di kepolisian dan penuntutan kasus hukum, khususnya yang dialami pekerja migran ketika melawan majikan, si pemberi kerja.
Menteri Urusan Hukum dan Dalam Negeri Singapura, K Shanmugam mengakui, “ada yang salah dalam rentetan pemeriksaan kejadian.”
Tentu saja, apa yang akan dilakukan Pemerintah Singapura, belajar dari kasus yang diperjuangkan Parti Liyani, mendapatkan perhatian besar dari masyarakat. Jika desakan publik untuk meningkatkan akuntabilitas dan keadilan bagi sistem peradilan di Singapura gagal dipenuhi, maka akan menguatkan persepsi bahwa kepentingan elite diletakkan di atas kepentingan masyarakat.
Laman BBC memuat pandangan pengamat publik di Singapura berkaitan kasus yang menimpa Parti Liyani.
“Jika kasus ini tidak ditangani secara memuaskan, perjuangan para pembantu rumah tangga, pengacara, aktivis dan hakim akan sia-sia,” ucap mantan jurnalis, PN Baji.
Pengadilan Tinggi Singapura pada Jumat, 7 September 2020, menyatakan bahwa Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Parti Liyani tidak terbukti mencuri di rumah bekas majikannya, bos grup Bandara Changi, Singapura. Para proses hukum di pengadilan tingkat pertama, Parti sempat divonis 26 bulan penjara.