Dilaporkan dari Al Jazeera, serangan mortar di Bandara Bujumbura pada hari Sabtu diklaim sebagai aksi dari kelompok pemberontak RED-Tabara. Meskipun insiden itu tidak menimbulkan korban jiwa, tetapi terjadi sehari sebelum Presiden Evariste Ndayishimiye terbang ke New York menghadiri Pertemuan Majelis Umum PBB.
"Insiden ini merupakan serangan terkoordinir yang diluncurkan musuh-musuh kedamaian yang menginginkan ketidakstabilan di Burundi selama tiga hari, terutama ketika Presiden Ndayishimiye sedang menghadiri Majelis Umum PBB. Namun, mereka salah karena situasi di Burundi dapat dikendalikan meski terjadi serangan beruntun" kata salah satu pejabat senior Burundi.
RED-Tabara merupakan kelompok pemberontak di Burundi yang sudah terbentuk sejak lebih dari 10 tahun lalu. Kelompok itu memiliki basis di Kivu Selatan yang masuk wilayah Republik Demokratik Kongo dan dikenal sebagai pemberontak yang paling aktif di negara Afrika Timur itu.
Pemberontak itu juga bertanggung jawab atas serangan mematikan dan penyergapan di Burundi sejak tahun 2015. Bahkan pada tahun 2020 lalu, kelompok itu ada di balik serangan yang menyebabkan tewasnya 40 orang dari aparat keamanan beserta organisasi pemuda Partai CNDD-FDD.
Pemerintah Burundi percaya bahwa pemberontak itu memiliki anggota sejumlah 500-800 orang dan dipimpin oleh oposisi pemerintahan, yakni Alexis Sinduhije. Namun, dugaan tersebut selalu disangkal oleh Sinduhije.