Ilustrasi Inggris (IDN Times/Isidorus Rio)
Affin: Seru. Karena kita di sini buka puasa jam 21.00 malam ya terakhir kemarin, dan imsak itu jam 05.00 sampai 05.30-an. Dari masa itu saja juga sudah perjuangan puasanya ya, adaptasi jam.
Tapi di Inggris ini, ada open iftar. Jadi walaupun kita di Inggris, tapi ada komunitas Muslim yang bisa kita datangi kalau bulan puasa. Seperti open iftar di Stadion Chelsea kemarin. KBRI London juga mengadakan open iftar setiap hari Sabtu.
Di hari-hari lain, cukup mudah cari makanan. Di sini restoran halal cukup banyak jadi kita tenang juga. Walaupun tidak banyak, tapi pasti ada. Nah, biasanya makanan halal lebih murah daripada makanan general.
Kalau enggak masak, mungkin sekali makan bisa 10-15 Poundsterling. Kalau sahur ya saya yang cepat aja, goreng telur, karena males keluar. Kalau buka puasa jadi agak ingin lebih karena seharian sudah puasa. Biasanya cari makanan Turki, Arab, Pakistan. Restoran Indonesia juga ada.
Rifqi: Kalau puasa di Saudi, kurang lebih waktunya sama dengan Indonesia, paling beda 1 jam. Untungnya, puasa tahun ini di bulan Maret akhir, jadi masih kebagian sisa-sisa winter sedikit. Kalau di musim panas, cuaca di sini bisa sampai 40 derajat panasnya.
Nah, di Saudi ini kalau bulan puasa, orang-orang jadi semakin baik. Mereka kadang membagikan makanan untuk sahur atau buka puasa. Di daerah kampus saya itu ada satu keluarga dari kerajaan yang tiap tahun selalu bagi-bagi makanan. Jadi mudah sekali untuk sahur dan buka puasa di sini. Kalau mau hemat untuk pelajar juga bisa banget karena pembagian makanan selama bulan puasa itu banyak sekali.
Ada restoran Indonesia juga, tapi agak jauh dari kampus. Jadi kemarin saya sahur dan buka memang kebanyakan ala Timur Tengah.