Cerita Relawan MER-C Indonesia Bertahan di Tengah Gempuran Israel

Jakarta, IDN Times - Korban tewas di Gaza terus bertambah. Sampai Kamis (9/11/2023) pagi ini korban tewas mencapai 10.328 orang dan 27 ribu lainnya terluka. Dari jumlah tersebut, 70 persen di antaranya adalah anak-anak dan perempuan.
Meski begitu serangan Israel ke Gaza terus berlangsung. Gencatan senjata yang diserukan banyak pemimpin negara ditolak Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. Keputusan Benjamin didukung sekutunya dari negara-negara barat.
Padahal serangan Israel tak hanya menyasar markas Hamas tapi juga fasilitas publik, seperti sekolah dan rumah sakit. Penderitaan warga Gaza pun semakin tak terperi. Kondisi ini membuat warga negara asing, termasuk Warga Negara Indonesia (WNI), berbondong-bondong meninggalkan Gaza.
Saat ini masih ada enam WNI yang berada di Gaza. Mereka terdiri atas tiga relawan MER-C dan satu keluarga atas nama Hussein (terdiri atas 3 WNI). Keluarga Hussein sedang menunggu dievakuasi, menyusul keluarga Abdillah Onim yang telah dievakuasi dan kini sudah berada di Indonesia.
Sementara tiga relawan MER-C memilih bertahan untuk menjalankan misi kemanusiaan di Rumah Sakit Indonesia di Beit Lahiya, Gaza utara. Satu dari tiga relawan MEC-C tersebut adalah Fikri Rofiul Haq. IDN Times berkesempatan mewawancari Fikri melalui sambungan telepon.
"Kami ingin bertahan di Gaza dengan kondisi apapun," kata Fikri.
1. Berapa jumlah total pasien yang ditangani RS Indonesia sejak awal serangan Israel?
Sampai sekarang, terhitung sudah ada 4.500 orang yang kami tangani, 1.500 orang adalah anak-anak dan perempuan. Sekarang ada 200 orang yang masih dirawat intensif di RS Indonesia dengan segala keterbatasannya.
RS Indonesia ini terletak di Gaza utara, lokasi utama yang jadi sasaran Israel. RS Indonesia adalah rumah sakit terbesar di wilayah sini. Kalau di seluruh Gaza yang terbesar itu RS Al Shifa, lalu RS Indonesia. Tapi, kalau di utara sini, yang paling memadai hanya RS Indonesia.
Sekitar 2 ribu warga Palestina juga mengungsi ke RS Indonesia. Karena tidak ada tempat lagi, jadi mereka bikin tenda di area luar rumah sakit. Pasien-pasien yang terluka itu juga kita udah enggak muat nampung, jadi di lorong-lorong. Seadanya, yang penting kita masih bisa usaha untuk menyelamatkan mereka.