Petugas Bakamla ketika berpatroli di dekat pengeboran lepas pantai Noble Clyde Boudreaux di Blok Tuna, Laut Natuna Utara di Kepulauan Riau pada Juli 2021 (Dokumentasi Humas Bakamla)
Sekadar informasi, anggota Komisi I dari fraksi PDI Perjuangan, Effendi Simbolon, menjelaskan awal mula Indonesia menerima surat protes dari China terkait pengeboran minyak di Laut Natuna Utara. Ia mengklaim kronologi tersebut disampaikan secara langsung Kementerian Luar Negeri saat rapat dengan Komisi I.
Effendi menyampaikan, surat protes itu merupakan respons atas komunikasi diplomatik tertulis yang lebih dulu dikirimkan Indonesia ke China. Indonesia memprotes aksi kapal riset China yang pada awal 2021 terlihat wara-wiri di sekitar area eksplorasi di Blok Tuna di Laut Natuna Utara.
"Eksplorasi itu dilakukan oleh Harbour Energy asal Inggris dan perusahaan Rusia. Di saat itu lah kita justru yang menyurati Kemenlu China untuk memprotes kehadiran kapal survei China. Bahkan, kapal perangnya juga sempat masuk," ungkap Effendi ketika berbicara pada program CrossCheck yang tayang di YouTube MedcomID, Minggu (5/12/2021).
Surat protes mendapat tanggapan dari Duta Besar China di Indonesia. Dalam surat tanggapan tersebut, Beijing mengklaim area pengeboran di Laut Natuna Utara masuk dalam klaim sepihak mereka yang kerap disebut Sembilan Garis Putus-Putus.
"Mereka (China) meminta agar proses eksplorasi dihentikan atau mereka mengajak Indonesia bekerja sama untuk melakukan kegiatan eksplorasi, eksploitasi hingga produksi," kata Effendi.
Usai diprotes China, Kemenlu RI memutuskan tidak menanggapi surat yang dilayangkan diplomat Negeri Tirai Bambu tersebut. Effendi juga menyebut bukan kali pertama China melayangkan protes.
"Tapi, ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) kita tidak beririsan dengan ZEE China," tutur Effendi.