Ilustrasi Korea Selatan. unsplash.com/Robson Hatsuka
Rupanya keputusan untuk memakai baju tersebut sudah dipikirkan oleh Ryu. Ia memang berniat untuk menantang budaya di Majelis Nasional yang didominasi oleh laki-laki. Hingga kini, hanya 19 persen perempuan yang duduk sebagai anggota parlemen di Korea Selatan.
Dominasi itu tak hanya berdampak kepada banyak pembuatan keputusan, melainkan juga cara seseorang berpakaian. Para politikus laki-laki suka memakai setelan jas berwarna gelap dan dasi. Secara tidak langsung, perempuan-perempuan menganggap itu adalah seragam pejabat.
Publik yang terbiasa melihatnya tanpa mempertanyakan apa maksudnya, jadi terbawa doktrin bahwa seseorang baru bisa dianggap serius dan berpendidikan jika memakai baju resmi dan tidak mencolok.
"Otoritas Majelis Nasional tidak dibangun di atas setelan-setelan jas tersebut," tegas Ryu, yang menilai kontroversi soal bajunya itu konyol.
"Saya seorang pekerja legislatif dan Majelis Nasional merupakan tempat saya bekerja. Apa yang sedang saya alami ini juga dialami oleh perempuan-perempuan lain di tempat kerja mereka."
"Akan tiba waktunya saat masyarakat menerima perempuan memakai baju yang nyaman, tidak peduli di mana dia bekerja," tambahnya.
Barangkali Ryu ada benarnya. Ini lantaran muncul laporan bahwa baju seharga Rp985 ribu yang dipakainya itu kini sudah terjual habis setelah fotonya viral di media sosial.