Seorang anggota polisi Israel mengarahkan senjatanya saat terjadi bentrokan dengan warga Palestina di halaman Masjid Al-Aqsa, yang dikenal Umar Muslim sebagai Al Haram Al Sarif, dan oleh Yahudi disebut Bukit Bait Suci, di Kota Tua Yerusalem, Senin (10/5/2021). ANTARA FOTO/REUTERS/Ammar Awad
Inggris, meskipun tidak ada dalam database SIPRI dalam beberapa tahun terakhir, juga menjual senjata ke Israel dan menurut CAAT telah melisensikan senjata senilai 400 juta poundsterling (Rp8,1 triliun) sejak 2015.
CAAT menyerukan Inggris untuk mengakhiri penjualan senjata dan dukungan militer kepada pasukan Israel. LSM itu juga mendesak dilakukannya penyelidikan apakah senjata Inggris telah digunakan untuk mengebom Gaza.
Angka riil ekspor Inggris ke Israel diyakini jauh lebih tinggi daripada jumlah yang tersedia untuk umum, karena sistem penjualan senjata yang tidak jelas dan kerahasiaan nilai senjata serta kuantitasnya.
Smith dari CAAT mengatakan bahwa sekitar 30-40 persen penjualan senjata Inggris ke Israel kemungkinan dilakukan di bawah lisensi terbuka, tetapi dia tidak mengetahui bagaimana tersebut digunakan.
Perusahaan swasta Inggris yang membantu memasok senjata atau perangkat militer ke Israel termasuk BAE Systems; Atlas Elektronik Inggris; MPE; Kontrol Meggitt, Penny + Giles; Rekayasa Redmayne; PLC Senior; Land Rover; dan G4S.
Terlebih lagi, Inggris menghabiskan jutaan pound setiap tahun untuk sistem persenjataan Israel. Elbit Systems, produsen senjata terbesar Israel, memiliki beberapa anak perusahaan di Inggris, seperti halnya beberapa produsen senjata AS.
Pada 2014, sebuah tinjauan terhadap pemerintah menemukan 12 lisensi senjata yang digunakan untuk menggempur Gaza pada konflik di tahun tersebut. Sementara, pada 2010, Menteri Luar Negeri David Miliband mengatakan bahwa senjata yang dibuat di Inggris "hampir pasti" telah digunakan dalam kampanye pengeboman Israel tahun 2009 di Gaza.